Cek Aturan Tarif dan Dasar Pengenaan BPHTB Terbaru
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi salah satu pajak yang dipungut pemerintah kabupaten/kota. Berapa tarif BPHTB 2022?
Terkait hal ini, informasi seputar dasar pengenaan BPHTB dan ketentuan mengenai BPHTB terutang perlu diperhatikan.
Pungutan BPHTB saat ini mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU BPHTB terbaru).
Baca juga: Apa Itu BPHTB? Pahami Pengertian, Subyek dan Obyek BPHTB
Dalam regulasi tersebut, Pasal 47 menyebutkan bahwa tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5 persen. Tarif BPHTB di masing-masing kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
Dasar pengenaan BPHTB
Adapun dasar pengenaan BPHTB diatur pada Pasal 46. Disebutkan bahwa dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan obyek pajak.
Nilai perolehan obyek pajak tersebut ditetapkan sebagai berikut:
- harga transaksi untuk jual beli;
- nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah; dan
- harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk penunjukan pembeli dalam lelang.
Baca juga: Rumus Menghitung PPN, Pahami Cara Hitung Pajak Masukan dan Keluaran
Jika nilai perolehan obyek pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan.
Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Daerah menetapkan nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB.
Adapun besarnya nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 80 juta untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah daerah tempat terutangnya BPHTB.
Baca juga: Cara Mengurus PBG Pengganti IMB Secara Online
Namun bila perolehan hak karena hibah wasiat atau waris yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris, termasuk suami/istri, nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 300 juta.
Lebih lanjut, atas perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu, Pemerintah Daerah dapat menetapkan nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak yang lebih tinggi daripada nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak yang diatur di atas.
Nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak tersebut ditetapkan dengan Perda di masing-masing kabupaten/kota.
Ketentuan BPHTB terutang
Pasal 48 regulasi ini memandatkan, besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan BPHTB setelah dikurangi nilai perolehan obyek pajak tidak kena pajak dengan tarif BPHTB.
Baca juga: Mengenal Pajak Karbon yang Diterapkan di Indonesia Usai PPN 11 Persen
BPHTB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada. Itulah ketentuan mengenai BPHTB terutang.
Adapun Pasal 49 aturan yang sama berbunyi, saat terutangnya BPHTB ditetapkan:
- pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli;
- pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
- pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan pera-lihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;
- pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;
- pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
- pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
- pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.
Baca juga: Simak Kriteria Wajib Pajak Non-Efektif yang Tidak Wajib Lapor SPT
Terkini Lainnya
- Gaji Hakim Tak Naik Sejak 2012, Hashim: Ini Akan Diperbaiki Prabowo
- Kemendag Fasilitasi UMKM Jago
- Bank Saqu Sukses Tarik Minat Generasi Muda di Synchronize Festival 2024
- PLN Alirkan Listrik Bersih ke 224 Desa, Paling Banyak Indonesia Timur
- Produsen Sarung Tangan Karet Prediksi Penjualan Naik hingga 40 Persen hingga Akhir Tahun
- Kini Belanja di Ranch Market Farmers Market Bisa Pakai Paylater Kredivo
- ITDC Beri Penjelasan soal Kabar Sengketa Lahan di Mandalika
- Siasat BCA Syariah Jaga Pembiayaan Konsumer di Tengah Pelemahan Daya Beli
- Tegaskan Uang Rp 75.000 Masih Berlaku sebagai Alat Pembayaran, BI: Masyarakat Tidak Seharusnya Menolak
- Tegaskan iPhone 16 Belum Bisa Beredar di Indonesia, Kemenperin: Kalau Ada yang Sudah Jual, itu Ilegal
- Deflasi 5 Bulan Beruntun, Menperin: Karena Barang Impor Banyak Masuk ke Indonesia
- Jadi Role Model Sektor Petrokimia, Pupuk Kaltim Raih The Best State Owned Enterprise di TOP BUMN Awards 2024
- PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya
- OJK Cabut Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan Rindang Sejahtera Finance
- Jadi Ketua Dewan Pertimbangan Kadin, Arsjad Rasjid Tak Hadiri Pengumuman Pengurus
- Nasabah KSP Indosurya Cipta Diminta Segera Gunakan Hak Hukumnya
- Soal Investasi Elon Musk Investasi di RI, Luhut: Tidak Semudah Menjentikkan Jari
- Luhut Turun Tangan Bantu Pendistribusian Minyak Goreng
- Gelar RUPST, TBIG Bakal Tebar Dividen Senilai Rp 815,7 Miliar
- Apa Itu BPHTB? Pahami Pengertian, Subyek dan Obyek BPHTB