Nostalgia TVRI di Era Soeharto, Nonton TV Harus Bayar Iuran
- Siapa tak kenal dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI. Pernah memonopoli dan merajai siaran di Indonesia, stasiun televisi milik pemerintah masih bertahan di tengah ketatnya persaingan.
Lantaran hanya satu-satunya hiburan televisi kala itu, sederet acara yang disiarkan hingga artis yang diorbitkan TVRI begitu membekas di masyarakat generasi 1980-an dan 1990-an.
Di era Orde Baru, TVRI juga menjadi corong pemerintah. Ingat TVRI, orang barangkali akan ingat Laporan Khusus. Laporan Khusus adalah acara kegiatan Presiden Soeharto. Acara Laporan Khusus bisa mendadak. Acara apapun harus mengalah jika ada acara Laporan Khusus.
Hidup dari iuran rakyat
Berstatus sebagai LPP, pada tahun 2022, anggaran TVRI dari APBN ditetapkan sebesar Rp 1,6 triliun. Dana sebesar ini dinilai tidak sebanding dengan tuntutan pengembangan TVRI menjadi televisi publik modern dan lembaga penyiaran kelas dunia.
Baca juga: Kali Kedua Jokowi Suntik APBN ke Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Diberitakan Harian Kompas, 2 Oktober 2019, TVRI memulai siaran pertamanya pada 24 Agustus 1962.
Namun, untuk menikmatinya saat itu tidak mudah karena televisi masih menjadi barang langka dan harganya cukup mahal. Siarannya pun masih terbatas.
Tahun 1965, misalnya, TVRI baru membangun proyek menara televisi di perbukitan Gantung, Gombel, dan Cemorosewu untuk meluaskan siaran di sekitar Jawa Tengah.
Bersamaan dengan itu, dipasang pula televisi di sejumlah tempat umum, seperti stasiun, terminal, dan kantor kecamatan.
Untuk kepemilikan perseorangan, selain pajak, pemilik televisi juga dikenai iuran bulanan. Tahun 1969, misalnya, iuran televisi Rp 200 per bulan dan biaya pendaftaran sekali saja Rp 300, yang semuanya dibayarkan di Kantor Pos.
Baca juga: Kontroversi Outsourcing di Perppu Jokowi
Untuk mendaftarkan televisi, pemilik harus menunjukkan kuitansi pembelian. Sampai 1971, baru terdaftar 11.000 televisi di Tanah Air.
Padahal, jumlah televisi yang ditonton masyarakat sekitar 150.000 unit. Masih banyak warga yang enggan membayar iuran bulanan.
Karena itu, razia kepemilikan televisi saat itu sering dilakukan dari rumah ke rumah. Pemilik televisi yang tidak membayar atau terlambat membayar iuran televisi dikenai denda.
Razia yang dilakukan pada 2 Juli hingga 27 September 1973 di Jakarta, misalnya, menemukan ada 4.308 pesawat televisi yang belum didaftarkan kepemilikannya.
Dari hasil razia tersebut, Daerah Pos I Jakarta menerima denda dan iuran sebesar Rp 9.915.200.
Baca juga: Judi Porkas, Undian Lotre yang Dilegalkan pada Masa Soeharto
Mulai 1 Januari 1974, iuran televisi naik menjadi Rp 500 per bulan untuk pesawat televisi ukuran 16 inci ke bawah dan Rp 750 per bulan untuk pesawat televisi ukuran di atas 16 inci.
Terkini Lainnya
- Pasar Unilever di Indonesia Tergerus Boikot dan Persaingan dengan Produk Lokal
- Tarif Parkir Inap Terbaru Bandara Soekarno- Hatta dan Halim Perdanakusuma 2025
- Banyak Pabrik Tekstil Lokal Tutup, Impor dan Selundupan Dituding Jadi Biang Kerok
- LRT Jabodebek Komitmen Terapkan K3, Ini yang Dilakukan
- Cara Cek Saldo Rekening BRI via WhatsApp
- Direktur Bank OCBC NISP Joseph Chan Fook Onn Mengundurkan Diri
- VKTR Operasikan 20 Bus Listrik dengan TKDN 40 Persen untuk TransJakarta
- Adopsi Teknologi Blockchain UMKM
- Pertamina International Shipping Buka Peluang Bisnis Muatan "Green Cargo" Pada 2025
- Saham DGWG Naik 15,65 Persen pada Hari Pertama Melantai di Bursa
- BRI Raup Rp 1,6 Triliun dari Transaksi AgenBRILink Sepanjang 2024
- Pelindo Layani 1,9 Juta Penumpang dan 130.000 Kendaraan Selama Libur Nataru
- Saham OBAT Melonjak di Hari Pertama IPO, Raup Rp 59,5 Miliar
- Bakal Berlaku Semester II, Kenapa Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan?
- 3 Manfaat Asuransi Jiwa yang Jarang Diketahui Orang
- Cara Tarik Tunai Saldo DANA di ATM BCA dengan Mudah, Bisa Tanpa Kartu
- Jokowi Berharap Efek Dicabutnya Status PPKM Terasa Nanti di Februari
- Hingga Hari Terakhir Beroperasi, 2.238 Penumpang Nikmati Kereta Panoramic
- IHSG Sepekan Terkoreksi 2,42 Persen, Sentimen Global Jadi Penyebabnya
- Hari Ini Terakhir Kereta Panoramic Beroperasi, KAI Wisata: Disetop Dulu untuk Evaluasi dan Perbaikan