Satu Data Petani
DEBAT seru Direktur Bulog dan Dirjen Tanaman Pangan di Komisi IV DPR RI terkait data produksi dan stok padi Nasional membuka mata kita bahwa perlu satu data dengan pandangan serupa.
Beberapa tahun lalu, ATR-BPN mengeluarkan data luas sawah yang dikoreksi dari semula 7,79 juta ha (2013) menjadi 7,1 juta ha (2018). Berkurang hampir 700.000 ha.
Hal ini menyebabkan Kementan harus mengoreksi semua programnya, termasuk salah satunya subsidi pupuk. Heboh seantero negeri.
Pemerintah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota kebakaran jenggot karena mereka harus menghadapi para petani yang melakukan demo karena jatah pupuk subsidinya berkurang.
Bagaimana tidak ribut karena sawah di salah satu provinsi di Jawa bertambah 153.000 ha, sementara daerah lain seperti di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara berkurang drastis.
Padahal provinsi di Jawa Timur dalam tekanan konversi terhadap pembangunan perumahan, industri maupun pembanguan jalan tol.
Surat protes dengan lampiran data sawah dari berbagai provinsi dan kabupaten/kota datang bertubi-tubi kepada Kementan, tetapi dianggap salah alamat karena yang mengeluarkan data adalah ATR-BPN.
Kemenko Perekonomian, bahkan kantor Kemenko Marves ikut turun tangan. Semua ahli yang ada di LAPAN (sekarang BRIN), BIG dan Balai Besar Litbang Sumber daya lahan Pertanian serta lainnya dikerahkan untuk melakukan verifikasi menggunakan data satelit dengan presisi tinggi yang dibeli pemerintah melalui LAPAN.
Dengan kerja keras mereka selama berbulan-bulan, akhirnya data sawah kita yang sudah dipetakan secara spasial dengan presisi mencapai 7.463.987 ha. Inilah data sawah kita yang terakhir digunakan semua lembaga dan pemerintah daerah seantero negeri.
Masih lekat dalam ingatan kita masalah minyak goreng yang harganya meroket. Ujug-ujug harganya naik tidak terkendali.
Padahal kita adalah produsen minyak sawit, yang merupakan bahan baku minyak goreng, terbesar di dunia. Bagaikan tikus yang mati di lumbung padi.
Asal muasalnya soal data. Punyakah pemerintah data yang akurat soal luas lahan perkebunan sawit, lalu data kebutuhan bulanan dan tahunan minyak sawit dalam negeri?
Jika jawaban punya, mengapa pada saat harga global sawit yang diatur oleh Malaysia dan Eropa, para penguasaha sawit jor-joran mengekspor lalu melupakan kebutuhan dalam negeri tanpa dapat dicegah oleh pemerintah?
Atau memenag ada mafia migor seperti yang disampaikan oleh Mendag lama, M. Lufhfi yang berjanji akan mengungkap mafia migor. Janji tinggal jani, malah anak buahnya dan staf khususnya ditangkap oleh pihak berwajib.
Luhut, Menkomarves, ditugasi oleh Presiden Jokowi menyelesaikan masalah migor. Hal pertama yang dilakukan oleh Luhut adalah melakukan audit hulu hilir industri kelapa sawit.
Sekali lagi ini soal data yang berbeda-beda dan terpencar. Bukan satu data. Akibatnya tata kelola sawit jadi amburadul.
Soal data yang terpencar juga terjadi untuk kebutuhan pupuk subsidi. RDKK atau Rencana Dedfinitif Kebutuhan Kelompok Tani yang merupakan dasar untuk penebusan pupuk subsidi hanya ada di kios-kios tani yang jumlahnya 50.000-an, tersebar di berbagai pelosok negeri.
Ketika ditanya kepada PT Pupuk Indonesia yang merupakan operator penyaluran pupuk subsidi, jawabannya tidak punya dan menyatakan itu menjadi kewenangan Kementan. Sementara Kementan juga setali tiga uang tidak punya data RDKK.
Kios kadang harus menyerah terhadap petani, yang merupakan tetangganya, untuk menebus melebihi dari yang tertera di RDKK. Bahkan petani yang namanya tidak terdaftar juga boleh nebus.
Wajar kalau penyelewengan sering dilaporkan sehingga membuat pupuk subsidi jadi langka. Demo petani karena langka pupuk menjadi hiasan koran offline maupun online setiap awal musim tanam padi.
Data petani
Itu semua sebelum dimulainya e-RDKK, data petani by name by address yang secara elektronik dikumpulkan dalam sebuah database oleh Kementan.
Satu data petani yang meliputi nama dan NIK (by name by address), komoditas yang akan ditanam, luas lahan yang digarap, waktu tanam, dan kebutuhan pupuk per musim harus dimasukkan ke dalam RDKK atau Rencana Definitif Kegiatan/Kebutuhan Kelompok.
RDKK disusun oleh anggota kelompok tani dengan dilengkapi hal-hal yang sudah disebutkan di atas.
Terkini Lainnya
- Panduan Gadai BPKB Motor dan Mobil di Pegadaian
- Pertamina Siapkan Ekosistem Bioetanol untuk Transisi Energi
- Apa Itu Stock Split: Pengertian dan Manfaatnya Bagi Investor
- Ekosistem Digital Makin Canggih, Bank Mandiri dan KAI Hadirkan Pembayaran Nontunai
- Kemendag Catat Mayoritas Harga Komoditas Produk Pertambangan Naik Per Oktober 2024
- LRT Buka Suara Soal Gangguan Perjalanan di Stasiun Dukuh Atas
- Cara Sampoerna Membangun Ekonomi Berkelanjutan lewat Program Pendampingan UMKM
- Harga Beras di Tingkat Eceran Maupun Grosir Naik Ketika Harga Gabah Turun
- DesktopIP dan Maju Maritim Indonesia Luncurkan MDI, Dorong Digitalisasi Maritim Nasional
- Bos OJK Sebut Sektor Keuangan Stabil di Tengah Tren Pelonggaran Kebijakan Moneter
- PMI Kembali Alami Kontraksi, Menperin Singgung Kebijakan Pemerintah yang Belum Pro Industri Dalam Negeri
- Masuk Tahap Akhir, OJK Tetap Minta Jiwasraya Tangani Nasabah Penolak Restrukturisasi
- Perusahaan Gas Samator Resmikan Pabrik di KIT Batang
- GoTo Impact Foundation Gelar “GIF Innovation Day” untuk Dorong Lahirnya Inovasi Lokal
- Tumbuhkan Investasi, PGN Dukung Akselerasi Pemanfaatan Pipa Cisem Tahap II
- Resmi Naik, Cek Standar Tarif JKN Terbaru Mulai 2023
- Komisi IV DPR Kritik Kinerja Mentan SYL, Mulai dari Impor Beras hingga Data yang Berubah-Ubah
- Di Tengah Pandemi, Kekayaan Konglomerat Dunia Naik Dua Kali Lipat
- Kerusuhan di PT GNI, Kendaraan Dibakar dan Mes Karyawan Dijarah
- Mentan: "Reshuffle" Urusan Presiden, Saya Cuma Kerja