Saham-saham di Wall Street Kembali Rontok, Ini Sebabnya
NEW YORK, - Bursa saham AS atau Wall Street ditutup di zona merah pada akhir perdagangan Rabu (16/8/2023) waktu setempat (Kamis WIB). Selama perdagangan, investor mencerna ringkasan pertemuan Federal Reserve, yang mengisyaratkan potensi tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 180,65 poin, atau 0,52 persen, menjadi 34.765,74. S&P 500 merosot 0,76 persen, ditutup pada 4.404,33. Sementara itu, Nasdaq Komposit turun 1,15 persen, pada level 13.474,63.
Dalam risalah rapat bank sentral bulan Juli, para pejabat mengatakan pengetatan tambahan mungkin diperlukan untuk menurunkan laju inflasi.
Baca juga: Investor Khawatir, Saham-saham di Wall Street Jatuh
“Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang, pasar tenaga kerja tetap ketat. Di sisi lain, pasar melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi, sehingga perlu pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” kata ringkasan pertemuan tersebut.
Tingkat dana federal saat ini berada dalam kisaran antara 5,25 persen hingga 5,5 persen, level tertinggi dalam lebih dari 22 tahun.
"Pasar terus melakukan aksi jual karena risalah Fed menggarisbawahi bahwa latar belakang ekonomi yang mundur membuat permintaan melemah," kata Quincy Krosby, kepala strategi global untuk LPL Financial.
Dia menambahkan, estimasi PDB kuartal ketiga baru-baru ini, menunjukkan bahwa data penjualan ritel memiliki fondasi yang jauh lebih kuat untuk ekonomi. Apa yang ingin dilihat Fed adalah menuju pencapaian stabilitas harga," tambah Krosby.
Saham Intel jatuh lebih dari 3 persen yang menjadi pemberat DJIA. Sementara itu, sektor layanan komunikasi, real estat, dan pilihan konsumen yang tergabung pada indeks S&P 500, masing-masing kehilangan lebih dari 1 persen.
Di akhir musim pendapatan perusahaan, saham Target naik sekitar 3 persen bahkan setelah perusahaan ritel itu memangkas prospek setahun penuh. Sementara itu, perusahaan saham asuransi Progresif melonjak hampir 9 persen, yang didukung oleh laporan pendapatan yang kuat.
Baca juga: Pidato Jokowi Tak Mampu Angkat IHSG ke Zona Hijau, Rupiah Menguat
Terkini Lainnya
- Dorong Kebiasaan Menabung, UOB Gelar Program Savings Week
- Istana Sebut Prabowo Belum Bahas Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara
- Perjanjian ICA-CEPA Selesai, Mendag Budi Sebut Akses Masuk Sawit ke Kanada Lebih Mudah
- Rayakan HUT Ke-34, JNE Bawa Semangat Melesat Sat Set
- Soal Kementerian Penerimaan Negara, Kemenko Perekonomian: Itu Domainnya Kemenkeu
- Elnusa Pastikan Pasokan Elpiji Lancar Jelang Natal dan Tahun Baru
- ICA-CEPA dengan Kanada Rampung secara Substantif, Ini Keuntungannya bagi RI
- AirAsia Akan Turunkan Harga Tiket Pesawat 10 Persen
- 3 Pekerjaan "Entry-Level" dengan Potensi Penghasilan 100.000 Dollar AS
- Soal Proyek Gasifikasi Batu Bara Pengganti LPG, PTBA Tunggu Penugasan Pemerintah
- Menteri KP Targetkan Ikan Nila Karawang Jadi Sumber Protein Makan Bergizi Gratis
- Banggar DPR Setujui Tambahan Anggaran Rp 5 Triliun untuk 7 Kemenko
- PMI Manufaktur Kontraksi 5 Bulan Berturut-turut, Kemenperin: Kami Tidak Heran...
- Emisi Gas Rumah Kaca Industri Terus Naik, Menperin: Penggunaan Energi Penyumbang Terbanyak
- Mentan Hentikan Sementara Impor Daging Domba, Ini Alasannya
- Istana Sebut Prabowo Belum Bahas Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara
- IFG Life Bayar Klaim Rp 8,66 Triliun sampai Juli 2023
- Pemerintah Alokasikan Anggaran Ketahanan Pangan Rp 108,8 Triliun, Ini Rinciannya
- Dapat Anggaran Belanja 2024 Sebesar Rp 146,98 Triliun, Kementerian PUPR Gunakan untuk Ini
- Pemerintah Anggarkan Rp 40,6 Triliun Bangun IKN di 2024
- Target Pertumbuhan Ekonomi 2024 Lebih Rendah, Ini Penjelasan Sri Mulyani