pattonfanatic.com

Melihat Dampak Konflik Israel-Iran di Pasar Keuangan

Ilustrasi keuangan, sektor keuangan.
Lihat Foto


JAKARTA, - Syailendra Investment Research Team mencatat bahwa dampak serangan balik Israel ke Iran pada Jumat (19/4/2024) cenderung terbatas, usai tembakan Iran ke Israel (13/4/2024).

“Hingga kini, belum ada serangan lanjutan yang mengindikasikan bahwa kedua negara berupaya menekan ketegangan konflik,” mengutip riset Syailendra, Senin (22/4/2024).

Dia mengungkapkan, kebijakan DPR AS yang meloloskan RUU bantuan dana militer senilai 95 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.539 triliun untuk Israel, Ukraina, dan Taiwan.

Namun, para sekutu Israel berusaha menahan Israel agar tidak terjadi eskalasi. Investor juga mengamati rilis data inflasi AS per Maret yang masih melebihi konsensus.

Baca juga: Dampak Perang Gaza terhadap Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Ekspektasi Fed cut rate berpotensi mundur ke September (sebelumnya Juni) dan cut rate juga jadi lebih kecil. Fed cut rate diestimasikan mundur ke September (estimasi sebelumnya Juni).

“Selain, jumlah cut rate diperkirakan turun signifikan dari 7x menjadi hanya 2x sepanjang 2024,” tambah riset tersebut.

Syailendra Investment Research Team menilai, tensi konflik Israel-Iran dapat berpotensi tidak terlalu meluas. Israel juga tak melakukan eskalasi militer saat Gulf War 1991 saat Iran melakukan serangan.

Data historis menunjukkan perang di Timur Tengah tak pernah berlangsung lebih dari 1 tahun. Tekanan ke pasar saham dan obligasi maupun kenaikan harga minyak bumi bersifat temporer.

“Koreksi IHSG saat ini lebih dikarenakan melemahnya rupiah terhadap dollar AS hingga ke Rp 16.200 per dollar AS, dan bukan karena perang). Penguatan dollar AS didorong oleh ekonomi AS yang lebih baik daripada estimasi,” tegas riset tersebut.

Baca juga: Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Harga minyak

Syailendra mengungkapkan, komoditas minyak cukup sensitif tiap kali terjadi perang dan cenderung naik tiap terjadi perang.

Kenaikan terbesar terjadi saat Persian Gulf War sekira 82,9 persen dalam waktu singkat hanya 2,24 bulan. Makin tinggi lonjakan harga minyak, maka tekanan ke pasar saham makin besar.

Pada konflik Israel vs Iran, kenaikan Brent relatif minim yakni ke 87 per barrel (0,26 persen MoM) dan WTI ke level 82 dollar AS per barrel (1,19 persen MoM) sehingga tekanan ke IHSG diperkirakan juga terbatas.

Indeks Dollar AS

Transmisi risiko perang terhadap pergerakan indeks dollar AS (DXY) sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi AS lebih baik daripada perkiraan investor mencakup sektor employment, retail consumption, dan lainnya.

Di sisi lain, ada perbaikan economic growth outlook AS dari 2,1 persen menjadi 2,7 persen pada 2024. Selain itu, ekspektasi Fed cut rate yang dimulai 2024 juga mempengaruhi walaupun skala cut rate lebih kecil.

Apresiasi terhadap dollar AS membuat DXY menguat dan menekan rupiah hingga ke level Rp 16.250 per dollar AS pada akhir pekan lalu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat