Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah
NEW YORK, - Bursa saham AS atau Wall Street berakhir di zona merah pada penutupan perdagangan Kamis (25/4/2024) waktu setempat. Pergerakan saham - saham dibayangi oleh kekhawatiran akan inflasi dan pertumbuhan ekonomi AS.
Kekhawatiran ini muncul usai, data ekonomi AS terbaru menunjukkan perlambatan tajam pada pertumbuhan ekonomi, dan menunjukkan inflasi yang tidak kuncung mencapai target 2 persen.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 375.12 poin, atau 0,98 persen, menjadi ditutup pada level 38,085.8. Penurunan Dow Jones terbebani oleh anjloknya saham Caterpillar dan IBM masing - masing 7,02 persen dan 8,2 persen.
Sementara itu, S&P 500 turun 0,46 persen dan menyelesaikan sesi pada posisi 5.048,42. Sementara itu, Nasdaq Komposit kehilangan 0,64 persen menjadi ditutup pada level 15.611,76.
Baca juga: Imbal Hasil Obligasi Meningkat, Wall Street Ditutup Bervariasi
Biro Analisis Ekonomi menyebut bahwa produk domestik bruto AS meningkat 1,6 persen pada kuartal pertama. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan pertumbuhan PDB akan mencapai 2,4 persen.
Seiring dengan tingkat pertumbuhan yang suram pada kuartal ini, laporan tersebut menunjukkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi meningkat sebesar 3,4 persen, jauh di atas kenaikan sebesar 1,8 persen pada kuartal sebelumnya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas inflasi yang terus berlanjut dan menimbulkan pertanyaan apakah Federal Reserve akan mampu menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat.
Baca juga: Prediksi BI: Suku Bunga The Fed Baru Turun pada Desember 2024
Secara keseluruhan, kedua temuan tersebut menunjukkan adanya kondisi stagflasi – yaitu kombinasi dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya inflasi – dan dapat menambah hambatan bagi para pembuat kebijakan di masa mendatang.
“Dalam jangka pendek, angka-angka tersebut tampaknya tidak menjadi lampu hijau bagi kenaikan atau penurunan,” kata direktur pelaksana perdagangan dan investasi di E-Trade dari Morgan Stanley Chris Larkin.
“Di sisi lain, ketidakpastian sepertinya tidak akan mengurangi tekanan di pasar yang mengalami kemunduran terdalam sejak tahun lalu,” tambahnya.
Setelah laporan PDB, para investor menurunkan ekspektasi terhadap pelonggaran kebijakan moneter Federal Reserve.
Menurut CME FedWatch Tool, data perdagangan berjangka dana Fed menunjukkan hanya akan ada satu kali penurunan suku bunga tahun ini.
Terkini Lainnya
- Operasional Transjakarta Diperpanjang Saat Laga Indonesia vs Jepang
- Pintu Sebut Teknologi Web3 Mampu Beri Dampak Positif ke Masyarakat
- Pembiayaan Pertanian dan Ketahanan Pangan Desa
- Menkomdigi Sebut AI Center Bakal Didirikan di Jayapura Awal Tahun Depan
- Sritex Dikabarkan PHK Ribuan Karyawan, Ini Fakta-faktanya
- Gunakan Produk Ramah Lingkungan, Anak Usaha SMGR Revitalisasi Trotoar di Jakarta
- Pasarkan Asuransi Digital, Hanwa Life Perkenalkan Platform MyVitamine
- Simak Daftar Kurs Rupiah di Bank Mandiri sampai BCA
- IHSG Bergerak di Zona Merah, Rupiah Melemah di Pasar Spot
- KUR Bisa Gantikan Pinjol? Ini Keunggulannya Menurut Kemenko Perekonomian
- Aprindo Usul Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda Dulu 1-2 Tahun
- Pemerintah Arahkan Penyaluran KUR untuk Dukung Program Prioritas Prabowo
- Pertamina Patra Niaga Pastikan Tindak Tegas SPBU Nakal di Yogyakarta
- Demi Peluang Ekonomi, Alasan Prabowo Ingin Indonesia Gabung OECD Sekaligus BRICS Plus
- Harga Emas Terbaru Hari Ini di Pegadaian Kamis 14 November 2024
- Menkomdigi Sebut AI Center Bakal Didirikan di Jayapura Awal Tahun Depan
- [POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal
- BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste
- Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat
- Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023
- Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah