pattonfanatic.com

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Ilustrasi KRL Jabodetabek.
Lihat Foto

JAKARTA, - Tarif KRL Jabodetabek dinilai perlu dilakukan penyesuaian lantaran belum mengalami kenaikan sejak 2016.

Namun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam menghitung penyesuaian tarif KRL Jabodetabek. Salah satunya mengenai subsidi public service obligation (PSO).

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, tarif KRL Jabodetabek yang baru tidak perlu diberikan subsidi PSO lantaran mayoritas penggunanya berasal dari kalangan pekerja yang memiliki penghasilan tinggi.

Hal ini dapat dilihat dari survei yang dilakukan LM FEUI tahun 2016, sebanyak 63,78 persen penumpang KRL Jabodetabek memiliki penghasilan Rp 3-7 juta per bulan.

Baca juga: Soal Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek, KCI Tunggu Restu Kemenhub

Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan Dwi Ardianta, Hengki Purwoto, dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi dan Logistik Trisakti tahun 2022, menyimpulkan pemberian subsidi PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen penggunanya berasal dari kelompok mampu.

"Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian atau kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (3/5/2024).

"Karakteristik penumpang (KRL Jabodetabek) didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis. Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif," imbuhnya.

Baca juga: Penumpang KRL Jabodetabek Capai 9 Juta Orang pada Masa Angkutan Lebaran 2024

Dia melanjutkan, jika subsidi PSO tidak diberikan pada tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran subsidi itu bisa dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis.

Pada 2023, pemerintah menganggarkan PSO perkeretaapian sebanyak Rp 3,5 triliun dimana Rp 1,6 triliun untuk KRL Jabodetabek.

Sementara itu di tahun yang sama, pemerintah hanya menganggarkan untuk bus perintis di 36 provinsi sebesar Rp 177 miliar atau hanya 11 persen dari anggaran PSO KRL Jabodetabek.

"Sungguh tidak berimbang. Kepentingan layanan transportasi umum daerah 3T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar) se-Indonesia kalah jauh ketimbang warga Jabodetabek," ucapnya.

Baca juga: Menimbang Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek


Meski menurutnya tarif KRL Jabodetabek tidak perlu disubsidi, dia juga menyarankan agar PT KAI Commuter (KCI) membuka pendaftaran bagi masyarakat yang membutuhkan tarif khusus.

Misalnya seperti yang sudah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada bus Trans Jateng dimana tarif normal sebesar Rp 4.000 tapi bisa turun menjadi Rp 2.000 untuk penumpang dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan buruh.

"Solusi agar masyarakat lemah tidak terbebani dengan kenaikan tarif KRL Jabodetabek, PT KCI bisa menerapkan cara yang diberlakukan Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng) dan Pemkot. Semarang (Trans Semarang) dalam memberikan subsidi penumpang bus," tuturnya.

Nantinya, bagi masyarakat yang masuk dalam kategori tarif khusus, dapat mendaftar dengan mentertakan KTP, surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat.

Tentunya juga harus ada pengenaan sanksi apabila ditemukan penumpang tarif khusus yang memalsukan datanya. Contoh sanksinya dapat berupa pencabutan tarif khusus atau tidak diperbolehkan menggunakan angkutan untuk sementara waktu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat