Mengurai Keringanan Pajak Kendaraan
DARI berbagai jenis pajak, pajak kendaraan menjadi salah satu yang paling tidak asing bagi masyarakat.
Pasalnya, dengan jumlah kendaraan bermotor tembus 160 juta unit di 2024, tercatat 8 dari 10 rumah tangga setidaknya memiliki kendaraan sendiri.
Namun, jika dibandingkan dengan pajak atas penghasilan dan konsumsi yang juga umum di masyarakat, pajak kendaraan sebenarnya memiliki perbedaan signifikan dalam pengelolaannya.
Sistem perimbangan keuangan antarpemerintah dalam negeri sejatinya menjalankan prinsip desentralisasi fiskal. Artinya, pemerintah daerah dilimpahkan kewenangan untuk turut memungut pajaknya sendiri.
Inilah mengapa sistem perpajakan nasional sebenarnya terbagi antara pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah.
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak pusat yang pengelolaannya dijalankan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Hasil penerimaannya kemudian akan masuk ke anggaran negara (APBN).
Sementara itu, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dibayar tahunan dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat provinsi.
Realisasinya menjadi bagian dari Pendapatan Asli Daerah dalam anggaran pemerintah setempat.
Pembagian kewenangan ini menjadi alasan mengapa kebijakan relaksasi penghapusan bea balik nama kendaraan bekas (BBNKB II) dan tarif progresif PKB yang mulai banyak berlaku tahun ini, belum diterapkan secara merata di seluruh provinsi.
Setidaknya baru 17 dari 38 provinsi yang telah menghapus tarif progresif pajak kendaraan, dan 34 dari 38 provinsi yang telah menghapus BBNKB II (, 18/1/2024).
Pada dasarnya, meski menjadi kewenangan pemerintah setempat, penyusunan peraturan daerah yang mengatur pemungutan pajak dan retribusi daerah tidak bisa sembarangan.
Batasan pemungutannya telah diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Di dalam UU HKPD, pemerintah provinsi sebenarnya diberikan kewenangan untuk memungut pajak kendaraan tahunan dengan tarif berjenjang (progresif) sesuai jumlah kepemilikan kendaraan.
Kebijakan ini sudah berlangsung lama sejak ditetapkannya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) pada 2009.
Di banyak provinsi, kebijakan ini masih berjalan aktif. Misalnya, Perda DKI Jakarta No. 1/2024 menetapkan setiap tambahan kepemilikan kendaraan dikenai tambahan tarif pajak tahunan sebesar 1 persen.
Terkini Lainnya
- Kemendag Sita Produk Keramik Impor Ilegal, Nilai Barang Capai Rp 9,8 Miliar
- Prabowo Ungkap Sudah Perintahkan Sri Mulyani Cari Sumber Penghematan Anggaran Negara
- Survei Kemenhub: Bus Jadi Pilihan Utama untuk Nataru 2024/2025
- Usai IPO, Cipta Perdana Lancar Bidik Pertumbuhan Penjualan Tembus 15 Persen di Akhir 2024
- "Titik Terang" Tarif PPN 12 Persen Bakal Diumumkan Pekan Depan
- Prabowo Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 8 Persen kalau Kebocoran Anggaran Dikurangi
- Rapat Perdana Bersama DPR, Dirut Garuda Dapat Amanah Selamatkan Perusahaan
- Central Andaman Jadi Blok Migas Pertama Pakai Skema "New Gross Split"
- Sambut Nataru 2024/2025, KAI Lakukan Aneka Peningkatan Layanan
- Korsel Umumkan Darurat Militer, Nilai Won Per Dollar AS Jatuh ke Titik Terendah dalam 2 Tahun Terakhir
- Dongkrak Produktivitas, Udang Bakal Jadi Unggulan Ekspor
- Turun Rp 1.000, Cek Harga Emas Antam 4 Desember 2024
- Transformasi Digital UKM, dari Pilihan Menjadi Keharusan
- Mekanisme "Intraday Short Selling" di BEI Dinilai Dapat Tingkatkan Likuiditas Pasar
- Simak Daftar Kurs Rupiah Hari Ini di BRI sampai BCA
- Sudah Terbit, Ini Cara Investasi SBR Seri SBR013
- Rincian Harga Emas Antam Senin 10 Juni 2024
- Harga Emas Terbaru 10 Juni 2024 di Pegadaian
- Transformasi Budaya demi Memasyarakatkan Transportasi Hijau di Indonesia
- Investasi SBR013 Terbit Hari Ini, Cek Imbal Hasilnya di Sini