BPK: Negara Berpotensi Kehilangan PNBP Rp 3 Triliun dari Kebijakan Bebas Visa Kunjungan
JAKARTA, - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3,02 triliun per tahun jika kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) bagi 169 negara kembali diterapkan.
Anggota I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana mengatakan, hal tersebut merupakan temuan hasil pemeriksaan BPK RI atas Intensifikasi dan Ekstensifikasi PNBP Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Semester I 2022 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Terkait itu, BPK telah merekomendasikan Menteri Hukum dan HAM untuk meninjau ulang rencana pemberlakuan kembali kebijakan Bebas Visa Kunjungan dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait," kata Nyoman dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).
Baca juga: Usulkan 20 Negara Bebas Visa, Sandiaga: Akan Hasilkan Pariwisata yang Berkualitas
Nyoman Adhi mengatakan, Kemenkumham menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan menerbitkan Surat Keputusan Menkumham Nomor M.HH-01.GR.01.07 Tahun 2023 tertanggal 7 Juni 2023.
"SK Menkumham tersebut mengatur tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan untuk Negara, Pemerintah Wilayah Administratif Khusus Suatu Negara dan Entitas Tertentu," ujarnya.
Menurut Nyoman, hasil pemantauan BPK atas tindak lanjut dari terbitnya kebijakan penghentian sementara bebas visa kunjungan itu menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berdampak terhadap meningkatnya realisasi PNBP Kemenkumham Tahun Anggaran 2023.
"Dari target sebesar Rp 4,21 triliun, dapat direalisasikan sebesar Rp 9,70 triliun, atau 230 persen dari target. Kemudian, sumbangan PNBP dari sektor keimigrasian meningkat signifikan pada2023. Dari target Rp 2,33 triliun dapat direalisasikan sebesar Rp 7,61 triliun atau 327,03 persen dari target," tuturnya.
Baca juga: Sandiaga Uno: Aturan Bebas Visa ke Indonesia Perlu Dievaluasi
Nyoman Adhi mengatakan, peningkatan PNBP tersebut tentu berkorelasi dengan peningkatan jumlah kunjungan Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia.
Terkini Lainnya
- Faisal Basri, Ekonom Kritis dan Sosok di Balik Pembubaran Petral
- Jokowi Sebut Penanganan Perubahan Iklim Butuh Investasi Negara Maju
- Dukung ARCEO's Conference, KAI Commuter Terapkan ESG di Tempat Operasional
- Kenang Faisal Basri, Sekjen PAN: Beliau Sangat Lugas dan Teliti Analisis Data
- PT AHP Bangun PLTS Berkapasitas 100 MWp di Purwakarta
- 2 Jenis Pajak Menurut Sifatnya di Indonesia
- Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri sampai CIMB Niaga
- Jokowi Minta Dunia Tak Ragukan Komitmen RI Capai "Net Zero Emission"
- IHSG Awal Sesi Hijau, Nilai Tukar Rupiah Ikut Menguat
- Gojek Tutup Bisnis di Vietnam, Analis: Fokus ke Sektor Potensial
- 7 Contoh Pajak yang Termasuk Pajak Pusat
- Akhir 2024, "Fintech" Komunal Bidik Deposito Nasabah BPR Rp 15 Triliun
- Bertemu Pelaku Usaha Kanada, Menko Airlangga Komitmen Dorong Kolaborasi Ekonomi Indonesia-Kanada
- Harga Emas Terbaru di Pegadaian, Kamis 5 September 2024
- Naik Rp 3.000, Cek Harga Emas Antam Terbaru Hari Ini, Kamis 5 September 2024
- Mengenang Sosok Faisal Basri, Ekonom Senior yang Selalu Lantang Kritik Kebijakan Pemerintah
- Nilai Tukar Rupiah Tembus Rp 16.400 per Dollar AS di Pasar Spot
- HSG Ambles 1,42 Persen, Rupiah Anjlok ke Level Rp 16.412
- Tingkatkan Akurasi dan Percepat Proses Akuntansi hingga 83 Persen, Software ERP Jadi Kunci Pertumbuhan Bisnis pada 2024
- Jaga Inflasi, Pemerintah Sudah Kucurkan Rp 52,56 Triliun
- KKP: 500 Juta Benih Lobster Keluar dari RI secara Ilegal Setiap Tahun, Negara Rugi Triliunan