Soal Investor Khawatir dengan APBN Prabowo, Bos BI: Hanya Persepsi, Belum Tentu Benar
JAKARTA, - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, salah satu pemicu pelemahan rupiah selama beberapa pekan terakhir ialah adanya kekhawatiran investor terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia di bawah pemerintahan mendatang yang bakal dipimpin Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Perry menyebutkan, kekhawatiran itu menjadi salah satu sentimen yang mempengaruhi pergerakan rupiah dalam jangka waktu pendek.
"Muncul presepsi, persepsi belum tentu bener loh. Jangan diyakini kalau persepsi. Persepsi akan sustainibiltas fiskal ke depan," tutur dia, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Baca juga: Gubernur BI Beberkan Pemicu Rupiah Tertekan hingga Tembus Rp 16.400 Per Dollar AS
"Ini persepsi. Persepsi ini kan faktor-faktor teknikal jangka pendek," sambungnya.
Imbas dari sentimen jangka pendek itu, nilai tukar rupiah tercatat telah melemah 0,70 persen sejak akhir Mei hingga 19 Juni lalu.
Sementara jika dibandingkan posisi awal tahun ini (year to date), kurs rupiah sudah terkoreksi hingga 5,92 persen sampai dengan 19 Juni.
Meskipun demikian, Perry bilang, jika melihat faktor fundamental, nilai tukar rupiah seharusnya berada dalam tren penguatan.
Faktor fundamental yang dimaksud ialah tingkat inflasi yang kian menyusut, pertumbuhan ekonomi yang positif, serta defisit transaksi berjalan yang terjaga.
Oleh karenanya, walaupun masih berada dalam tren depresiasi, Perry meyakini, nilai tukar rupiah ke depan bakal berada dalam tren penguatan.
"Apakah Bank Indonesia masi meyakini rupiah ke depan akan menguat? Yes. Fundamentalnya akan menguat," ucap dia.
Sebagai informasi, selama beberapa pekan terakhir, arah kebijakan fiskal, yang terefleksikan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pemerintahan era Prabowo Subianto memang menjadi sorotan.
Pada pekan lalu, lembaga keuangan AS, Morgan Stanley, menurunkan peringkat saham-saham Indonesia menjadi "underweight" untuk pasar Asia dan emerging markets.
Salah satu pemicu diturunkannya rekomendasi tersebut ialah kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal dalam waktu dekat pada era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kami melihat ketidakpastian jangka pendek terkait arah kebijakan fiskal ke depan," tulis ahli strategi Morgan Stanley, dikutip Rabu (12/6/2024).
Dalam catatan yang sama, Morgan Stanley menyoroti potensi beban APBN yang semakin besar, seiring dengan adanya program-program yang dijanjikan Prabowo-Gibran, seperti program makan siang dan susu gratis.
Terkini Lainnya
- Tarif Parkir Inap Terbaru Bandara Soekarno- Hatta dan Halim Perdanakusuma 2025
- Banyak Pabrik Tekstil Lokal Tutup, Impor dan Selundupan Dituding Jadi Biang Kerok
- LRT Jabodebek Komitmen Terapkan K3, Ini yang Dilakukan
- Cara Cek Saldo Rekening BRI via WhatsApp
- Direktur Bank OCBC NISP Joseph Chan Fook Onn Mengundurkan Diri
- VKTR Operasikan 20 Bus Listrik dengan TKDN 40 Persen untuk TransJakarta
- Adopsi Teknologi Blockchain UMKM
- Pertamina International Shipping Buka Peluang Bisnis Muatan "Green Cargo" Pada 2025
- Saham DGWG Naik 15,65 Persen pada Hari Pertama Melantai di Bursa
- BRI Raup Rp 1,6 Triliun dari Transaksi AgenBRILink Sepanjang 2024
- Pelindo Layani 1,9 Juta Penumpang dan 130.000 Kendaraan Selama Libur Nataru
- Saham OBAT Melonjak di Hari Pertama IPO, Raup Rp 59,5 Miliar
- Bakal Berlaku Semester II, Kenapa Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan?
- 3 Manfaat Asuransi Jiwa yang Jarang Diketahui Orang
- Mayoritas Harga Pangan Dilaporkan Turun, Cabai Rawit Merah Rp 72.690 per Kg
- Akhir Pekan, IHSG Mengawali Hari di Zona Hijau
- Freeport Akan Resmikan Smelter di Gresik Pekan Depan
- Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 21 Juni 2024
- Harga Emas Terbaru 21 Juni 2024 di Pegadaian
- Harga Bahan Pokok Jumat 21 Juni 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Cabai Merah Keriting