pattonfanatic.com

Kisah Anita Dona, "Nekat" Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Anita Dona Asri, pemilik Dolas Songket, mitra binaan SMGR. Saat ini Dolas Songket jadi destinasi wisata pembuatan songket di Sawahlunto Sumbar.
Lihat Foto

JAKARTA, - Kerajinan songket sudah menjadi salah satu kearifan lokal yang patut untuk dijaga keberlangsungannya. Salah seorang wanita berusia 38 tahun bernama Anita Dona Asri berhasil mendirikan usaha Dolas Songket di Sawahlunto Sumatera Barat pada 2014 yang menjadi cikal bakal destinasi wisata saat ini.

Anita Dona Asri yang akrab disapa Dona bisa dikatakan "local hero" dari tanah kelahirannya Lunto yang memperjuangkan kelestarian songket silungkang. Berawal dari aksi Dona memberikan berbagai macam pembekalan berupa edukasi dan pelatihan masyarakat untuk memberdayakan warga di desanya.

“Niatnya mendirikan Dolas Songket dengan modal awal Rp 10 juta dan dibantu seorang kerabat pada 2014,” kata Dona, Minggu (23/6/2024).

Baca juga: Kisah Sukateno Bangun Peternakan Kambing dari KUR

Kini desa tersebut menjadi salah satu tujuan wisata karena ragam hasi tenun songket silungkang yang dibuat dari kreasi warga lokal setempat. Kreasi tersebut juga menjadi sumber ekonomi warga setempat saat ini.

Awal mula nama Dolas Songket sendiri juga memiliki sejarahnya, ini merupakan gabungan dari nama Dona dan dua adiknya, yaitu Lastri dan Sepri. Dona bercerita bahwa keahlian menenun songket telah dimiliki sejak duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar. Kemampuan tersebut dia peroleh dari belajar dengan orangtuanya.

Dona mengatakan, keahliannya itu terus ia ditekuni dengan membuat usaha kecil-kecilan hingga mampu membiayai studinya di salah satu perguruan tinggi di Sumatra Barat hingga selesai pada 2010. Dona juga saat ini sudah memiliki team work sebanyak 29 orang dengan keahlian menenun. Bahkan produk yang dipasarkan juga sudah memiliki banyak varian.

“Sekarang saya memiliki teamwork profesional sebanyak 29 orang yang telah memiliki kemampuan menenun sejak usia remaja,” jelas Dona. 

Baca juga: Kisah Zialova Batik, dari Usaha Rumahan sampai Pasar Internasional

 


Adapun produk songket tenun yang ditawarkan Dona beragam macamnya, mulai dari kain, sarung, kemeja pria dan gaun wanita. Sementara itu, untuk harganya tentu berdasarkan tingkat kesulitan dalam pembuatannya.

Dona mematok harga songket keluarannya bervariasi mulai dari Rp 400.000 sampai dengan Rp 3,5 juta. Pemasaran produknya juga dilakukan tidak hanya secara offline saja, tapi juga melalui media sosial dan marketplace.

“Alhamdulillah, per bulannya rata-rata ada 120 item terjual dengan peningkatan omzet sebesar 65 persen dibandingkan awal usaha,” ungkap Dona.

Baca juga: Kisah Hitler Membangun Ekonomi Jerman yang Porak Poranda usai Perang

Namun demikian, pencapaian ini tidak lantas membuat Dona lupa akan mimpinya untuk membuat desanya sebagai destinasi wisata kampung songket. Dia juga bercita-cita ingin mendorong kampungya mampu memproduksi bahan tenun yang bisa diekspor.

”Di desa saya ada sekitar 15 penenun lainnya dan kami intens berkomunikasi. Saya ingin songket silungkang dikenal lebih luas lagi hingga mancanegara,” ujar Dona. 

“Dalam pikiran saya, wisatawan yang berkunjung ke desa kami nantinya tidak hanya membeli songket tetapi juga bisa mencoba menenun songket. Menurut saya itu akan memberikan kesan mendalam,” tambahnya.

Baca juga: Kisah Sukses Bisnis Elizabeth Bertahan Lebih dari 60 Tahun, Awalnya Bermodal Rp 10.000

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat