pattonfanatic.com

Pasca-Jokowi, Indonesia di Ambang "Triple" Defisit

Presiden Joko Widodo meninjau alat utama sistem persenjataan (alutsista) bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, Jumat (8/3/2024).
Lihat Foto

POKOK-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2025, dibahas saat kecemasan pasar pada sustainability APBN Indonesia yang berimbas pada pelemahan kurs rupiah hingga menyentuh Rp 16.500 per dollar AS.

Risiko fiskal menanti di tengah depresiasi rupiah yang gap-nya cukup dalam, hampir 9,33 persen dari asumsi makro APBN 2025 sebesar Rp 15.000 per dollar AS.

Depresiasi rupiah tentu memicu risiko fiskal. Beban pembiayaan utang valas jatuh tempo akan meningkat, beban subsisi energi, demikian pun biaya impor.

Setali tiga uang, Indonesia di ambang triple defisit, yakni defisit anggaran (APBN), defisit transaksi berjalan, dan neraca perdagangan yang surplusnya menipis, di tubir defisit. Apa yang terjadi bila triple defisit?

Kombinasi defisit anggaran, defisit neraca transaksi berjalan, dan defisit neraca perdagangan dapat menciptakan situasi yang kompleks dan menantang bagi perekonomian Indonesia.

Kondisi ini dapat memperburuk kerentanan ekonomi, menurunkan daya saing, dan menghambat pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Dalam asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), tampak postur kumulatif RAPBN terlihat tambun sebesar Rp 3.500 triliun.

Bisa dimaklumi, RAPBN 2025 mengakomodasi politik anggaran transisi, menimbang bejibun janji politik yang telah ditabur presiden dan wakil presiden RI terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming saat kampanye Pilpres 2024.

Janji politik tersebut idealnya tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai pijakan penyusunan RAPBN 2025 dan penjabaran visi misi presiden dan wakil presiden terpilih di Pemilu 2024.

Dalam asumsi dasar KEM-PPKF 2025, RAPBN direncanakan meningkat 14,59 persen - 15,18 persen dari tahun APBN 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun.

Peningkatan besaran RAPBN 2025, didorong oleh pengeluaran mandatory, dan rencana makan gratis yang menelan anggaran sekitar Rp 400 triliun.

Ekspansi fiskal demikian, berkonsekuensi pada semakin melebarnya defisit anggaran. Dalam asumsi dasar 2025, defisit anggaran menjadi 2,45 persen hingga 2,82 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dus, dalam asumsi dasar 2025, defisit keseimbangan primer (primary balance) pun mengalami peningkatan dari 0,11 persen menjadi 0,30 persen hingga 0,61 persen terhadap PDB; yang berarti bahwa pemerintah masih gali lubang tutup lubang.

Kendati rasio defisit anggaran masih dalam batas toleransi undang-undang, namun semakin melebarnya defisit, justru membuat ruang fiskal semakin tidak fleksibel terhadap belanja produktif APBN yang memiliki multiplier effect terhadap ekonomi.

Yang mencemaskan adalah, meningkatnya RAPBN 2025, dipicu pengeluaran untuk konsumsi dalam satu program dengan porsi anggaran cukup besar, yakni untuk makan dan minum susu gratis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat