Konektivitas dan Iklim Investasi
MINGGU ini, saya berkesempatan memfasilitasi diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan beberapa pelaku usaha di salah satu provinsi di Kalimantan.
Salah satu peserta, seorang pemilik perkebunan kakao di wilayah pedalaman, membagikan pengalamannya dalam mengangkut kakao.
Ia memilih jalur sungai menggunakan kapal karena lebih efisien dibandingkan perjalanan darat yang memakan waktu lebih lama. Pengusaha tersebut menekankan pentingnya memastikan akses logistik yang baik sebagai prioritas utama.
Menurut dia, sebelum memikirkan insentif atau kebijakan pendukung lain, yang terpenting adalah memastikan bahwa jalur logistik lancar.
Dengan infrastruktur memadai, para pelaku usaha akan lebih mudah untuk beroperasi dan mengembangkan bisnisnya.
Poin ini semakin relevan jika kita melihat Laporan Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index - LPI) dari Bank Dunia.
Dalam edisi terbaru tahun 2023, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari skala global, dengan skor 3.0. Skala penilaian LPI ini berkisar antara 1 (kinerja) terburuk, hingga 5 (terbaik).
LPI mengukur kinerja logistik negara berdasarkan enam komponen utama. Pertama, efisiensi dalam manajemen bea cukai dan perbatasan.
Kedua, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi. Ketiga, kemudahan mengatur biaya pengiriman yang kompetitif, terutama melalui jalur laut.
Keempat, tingkat kompetensi dan kualitas layanan logistik. Kelima, kemampuan untuk melacak pengiriman barang. Keenam, frekuensi dan ketepatan waktu dalam mencapai tujuan pengiriman.
Di kawasan Asia Tenggara, Singapura menempati peringkat ke-1 dengan skor 4,3. Posisi ini sekaligus menempatkan negara kota tersebut sebagai peringkat ke-1 secara global.
Selanjutnya, Malaysia menempati peringkat ke-2 dengan skor 3,6. Thailand menyusul sebagai peringkat ke-3 dengan skor 3,5. Posisi selanjutnya adalah Filipina dan Vietnam menyusul dengan skor 3,3.
Indonesia dengan posisi ke-6 memiliki skor 3,0, skor ini terdistribusi secara merata di enam komponen, antara 2,8 hingga 3,3.
Skor tersebut menggambarkan tantangan yang masih dihadapi Indonesia dalam memperbaiki infrastruktur logistiknya. Di bawah Indonesia, Kamboja dan Laos memiliki skor 2,4.
Daya saing
Tidak dapat dipungkiri, biaya logistik sangat berpengaruh terhadap daya saing. Semakin tinggi biaya logistik, semakin besar beban biaya yang harus ditanggung.
Terkini Lainnya
- OJK Luruskan Kabar Dana Pensiun Tak Bisa Dicairkan 10 Tahun
- Pendapatan Asli Daerah APBN Provinsi DKI Jakarta yang Terbesar
- 4 Sumber Pendapatan Asli Daerah dan Pengelompokannya Sesuai UU
- Indodax Sebut Harga Bitcoin Berpotensi Lampaui Ekspektasi Bulan Ini
- Beragam Contoh Pendapatan Asli Daerah dan Pengelompokannya
- INKA Targetkan Pabrik Kereta di Banyuwangi Beroperasi Penuh Tahun Depan
- 4 Sumber Yang Dikategorikan dalam PAD Pendapatan Asli Daerah
- Berapa Harga Avtur Pertamina?
- Penjelasan OJK soal Rencana Pemotongan Gaji Pekerja untuk Dana Pensiun
- Cara Mendapatkan Diskon Tiket Kereta Reduksi bagi Dosen dan Alumni UGM
- AEON Buka Supermarket di Citra Raya Tangerang
- Pertamina: Harga Publikasi Avtur di Indonesia Cukup Kompetitif...
- Di IISF 2024, Bank Mandiri Tegaskan Komitmen untuk Wujudkan Ekonomi Rendah Karbon
- 4 Cara Transfer BCA ke DANA
- Siap-siap, OJK Bakal Buka Lowongan Kerja PCS dan PCT
- Berapa Harga Avtur Pertamina?
- Pendidikan Gratis, Kesadaran Pajak, dan Modal Sosial
- Kominfo Sudah Pakai Anggaran Negara Rp 700 Miliar untuk PDN
- Aliran Modal Asing Masuk Indonesia Capai Rp 19,69 Triliun Sepanjang Pekan
- Alat Bantu Dengar Ditanggung BPJS, Ini Cara Klaim dan Syaratnya
- Cara Mencairkan BPJS Ketenagakerjaan dan Syaratnya