pattonfanatic.com

Efisiensi: Satu-satunya Cara Jadi Negara Maju

Foto udara jalan usaha tani yang dibangun dengan menggunakan beton membentang di kawasan pertanian di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (25/2/2024). Pembangunan jalan di kawasan produksi  pertanian tersebut untuk memudahkan akses petani serta distribusi hasil pertanian.
Lihat Foto

TIME is Money, Efficiency is Life”, sebuah slogan populer yang menandai reformasi ekonomi Tiongkok pada tahun 1981 ini barangkali betul–betul dijiwai oleh seluruh rakyatnya selama bertahun–tahun.

Data World Bank mencatat, hanya dalam 20 tahun terakhir GDP Tiongkok naik lebih dari sepuluh kali lipat dari 1,66 triliun dollar AS pada 2003 menjadi 17,79 triliun dollar AS pada 2023.

Walau memiliki GDP lebih besar, yakni sebesar 27,36 triliun dollar AS pada 2023, Amerika Serikat membutuhkan waktu 44 tahun untuk mendongkrak GDP dengan rasio peningkatan yang lebih dari sepuluh kali lipat.

Data World Bank mencatat GDP Amerika Serikat sebesar 2,63 triliun dollar AS pada 1979.

Jika dicermati, hanya ada satu kunci kesuksesan Tiongkok menjadi negara maju: efisiensi. Segala produk harus bisa dibuat di dalam negeri, seluruh pertambahan nilainya harus terjadi di dalam negeri, di samping itu kualitasnya harus bagus dan harganya harus murah.

Efisiensi terbukti sebagai strategi yang paling fundamental dan tahan terhadap segala krisis.

Berdasarkan data dari Trading Economics, surplus neraca perdagangan Tiongkok pada 2023 bahkan mencapai nilai 829,08 miliar dollar AS. Dua puluh dua kali lebih besar dibanding surplus neraca perdagangan Indonesia yang hanya senilai 36,911 miliar dollar AS menurut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Maka banyak yang seharusnya kita dapat pelajari dari Tiongkok dan efisiensinya.

Proses rantai ekonomi di negara ini masih jauh dari kata efisien. Tanpa efisiensi rasanya mimpi menjadi negara maju selamanya akan tetap menjadi mimpi.

Lalu dari manakah kita harus mulai? Tentu dari masalah yang paling mendasar dan fundamental: masalah pangan.

Logikanya sederhana: proses rantai pasok (supply chain) dan produksi pangan yang efisien akan mengakibatkan produksi pangan yang berlimpah dan harga bahan pangan menjadi murah.

Jika harga pangan murah, maka daya beli masyarakat akan terjaga dan inflasi dapat dikendalikan. Masyarakat lebih mudah sejahtera.

Jika produksi berlimpah dan harga bahan pangan murah, maka negara kita juga tentu dapat meminimalkan impor.

Kita bisa jadi negara yang berdikari, paling tidak pada soal pangan. Toh negara kita konon katanya negara agraris.

Sebagai negara agraris, impor beras yang sebesar 1,789 miliar dollar AS pada 2023 adalah hal yang sungguh ironis. Permasalahan ketidakcukupan beras ini telah terjadi berpuluh–puluh tahun lamanya dan tidak pernah dapat terselesaikan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat