pattonfanatic.com

Suku Bunga Acuan yang Tidak Lagi Diacu

Ilustrasi suku bunga acuan.
Lihat Foto

BANK Indonesia adalah lembaga negara yang memiliki fungsi dan peran sangat penting dalam perekonomian nasional. Kebijakan dan kinerja Bank Indonesia akan sangat memengaruhi kinerja perekonomian nasional.

Kebijakan yang kurang tepat dapat menyebabkan roda perekonomian tidak berjalan secara optimal, bahkan salah arah.

Hal yang sama juga terjadi jika kinerja operasional Bank Indonesia tidak sesuai harapan, biaya kebijakan akan tidak efisien dan akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Oleh karena itu, Bank Indonesia harus selalu “ditemani” supaya tetap berada di jalan yang benar sekaligus arah yang tepat.

Tulisan saudara Nugroho SBM dengan judul “Arah Kebijakan Moneter BI sudah Tepat” (, 03/06/2024) yang menjadi tanggapan terhadap tulisan saya yang berjudul “Menimbang Beban Kebijakan Moneter” (, 31/05/2024), merupakan pembelaan terhadap kebijakan Bank Indonesia dari perspektif akademisi.

Sebagai tulisan akademisi, tanggapan dan pembelaan saudara Nugroho SBM sangat kaya akan argumentasi teoritis, tetapi minim pendalaman empiris dan praktis.

Argumentasi yang dibangun lebih banyak didasarkan pada teori-teori ekonomi dan kebijakan moneter, alih-alih pengalaman empiris dan praktis di lapangan, dunia riil yang jauh lebih konkret. Bahkan, sebagiannya didasari pada data yang kurang lengkap.

Catatan terhadap tanggapan

Saudara Nugroho SBM memberikan beberapa tanggapan terhadap saran dan masukan saya untuk Bank Indonesia.

Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan beberapa catatan terhadap tanggapan tersebut yang menurut saya tanggapan tersebut kurang tepat sehingga bisa menimbulkan kesimpulan yang kurang tepat.

Catatan pertama terkait dengan pendapat bahwa “Bank Indonesia selalu mengikuti arah suku bunga negara-negara lain”.

Pendapat ini bisa dikatakan benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Menurut data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, ketika muncul gejolak penguatan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) yang terjadi sepanjang bulan Maret – April 2024, Bank Indonesia menjadi satu-satunya bank sentral di dunia yang merespons gejolak tersebut dengan menaikkan suku bunga acuannya.

Padahal, bank sentral negara lain tidak melakukannya. Bank sentral Malaysia, Thailand, Filipina, India, Korea Selatan, Jepang, Kanada, sampai China tidak menaikkan suku bunga acauannya untuk merespons gejolak tersebut.

Hanya Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin. Bahkan sampai Mei 2024, hampir tidak ada negara yang mengubah suku bunga acuannya.

Hanya tiga negara yang mengoreksi suku bunga acuannya pada Mei 2024, yaitu Brasil, Kanada, dan Uni Eropa. Dalam konteks ini maka tanggapan saudara Nugroho SBM tidak tepat.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia tidak memberikan efek sesuai dengan yang diharapkan.

Kenaikan suku bunga yang menurut saudara Nugroho SBM diarahkan untuk meredam depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hasilnya tidak terbukti.

Jika dibandingkan antara periode 1 Januari sampai dengan 23 April 2024 (sebelum kenaikan BI Rate) dengan periode 1 Januari sampai dengan 20 Juni 2024, depresiasi rupiah malah lebih besar.

Pada periode 1 Januari – 23 April, rupiah terdepresiasi 5,08 persen, sedangkan pada periode 1 Januari – 20 Juni, rupiah terdepresiasi 6,02 persen.

Fakta ini memberikan bukti bahwa kebijakan forward looking untuk merespons gejolak penguatan dollar AS yang dilakukan Bank Indonesia sebagaimana disampaikan saudara Nugroho SBM pada nyatanya tidak efektif.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat