Bos Pupuk Indonesia Ungkap Penyaluran Pupuk Bersubsidi Rumit, Terlalu Banyak Aturan

JAKARTA, - Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengungkapkan penyaluran atau penebusan bubuk bersubsidi ke petani penerima manfaat rumit lantaran terlalu banyak regulasi yang harus dipenuhi.
Rahmad mengatakan, penyaluran pupuk bersubsidi harus melewati aturan dari enam kementerian.
"Saya merasa pupuk ini over regulated terlalu banyak yang mengurusi sementara smallholder itu dapat subsidi dari pemerintah ya enggak lebih dari 1 juta, tapi kita tahu bahwa 6 Kementerian bahkan 7 Kementerian ditambah KLHK," kata Rahmad dalam diskusi Bincang Kompas di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Rahmad mengatakan, selain regulasi dari kementerian terkait, penyaluran pupuk bersubsidi 9,5 juta ton juga harus menunggu penerbitan aturan turunan dari pemerintah daerah berupa Surat Keputusan Gubernur.
Baca juga: Dirut Pupuk Indonesia Sebut Penyerapan Pupuk Bersubsidi Masih Minim
Ia mengatakan, hal tersebut sudah memakan waktu. Kemudian setelah seluruh aturan rampung, baru diketahui bahwa pemerintah tak bisa melakukan kontrak dengan Pupuk Indonesia lantaran anggaran belum tersedia.
"Namun, Alhamdulillah pada saat rapat pengendalian inflasi di Kementerian Dalam Negeri Pak Menteri Pertanian langsung geral cepat di hari yang sama menelepon bapak presiden dan melalui surat resmi ke beliau, kami diinstruksikan untuk tidak menyetop penyaluran pupuk bersubsidi," ujarnya.
Baca juga: Strategi Pupuk Indonesia Tingkatkan Penyerapan Pupuk Bersubsidi
Lebih lanjut, Rahmad mengatakan, banyaknya regulasi juga berdampak terhadap penagihan pupuk bersubsidi. Padahal, kata dia, pemerintah bisa melakukan penyederhanaan regulasi agar dapat menghemat kas negara.
"Kita sudah hitung dari sisi ini (dana untuk pupuk bersubsidi) bunganya saja itu triliunan per tahun, ini yang sebenarnya jika ini bisa disederhanakan (regulasi) akan menghemat uang negara," ucap dia.
Sebagai informasi, dilansir Kontan.co.id, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi per 15 Juni 2024 tercatat 2,8 juta ton atau setara 29 persen dari total alokasi 9,55 juta ton.
Terkini Lainnya
- Ketika Lampu Redup dan AC Semakin Hangat di Kementerian BUMN…
- Rahasia Sukses Menurut Steve Jobs: Bukan Soal Bakat, tapi Cara Berpikir
- Muslim LifeFair Bakal Digelar di Revo Mall Bekasi, Tawarkan Diskon hingga 70 Persen
- Dana IPO Bukalapak Parkir di Instrumen Investasi, Benarkah Akan Berubah Haluan?
- PLN Pastikan Sisa Token Listrik Diskon 50 Persen Tidak Hangus Meski Periode Promo Berakhir
- Bahlil Pertimbangkan Aturan Wajibkan Eksportir Batu Bara Gunakan HBA
- Pertamina Produksi 14,5 Juta Barrel BBM Rendah Sulfur untuk Kapal
- Mengapa Orang Kaya Rela Bayar Mahal untuk Terbang dengan Jet Pribadi?
- Tol Terpeka, Tol Terpanjang di Indonesia yang Mendukung Konektivitas Sumatera
- Isu Pengurangan Karyawan Imbas Efisiensi Anggaran, Ini Penjelasan RRI
- KAI Daop 1 Tutup Perlintasan Liar di Lintas Batuceper-Tanah Tinggi
- "Upgrade" Sistem Selesai, BSI Sebut Layanan Aplikasi BYOND Telah Normal
- Menteri Rosan: Insya Allah Danantara Bisa Diluncurkan Dalam Waktu Dekat ...
- Cara Beli Tiket Kereta Api Lebaran 2025 secara Online
- Update BBM BP-AKR Terbaru, Harga BP 92 Turun
- BSI Masuk 5 Besar BUMN dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar
- OJK Susun Aturan Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor, Simak Isinya
- Tata Metal Lestari Dukung Ekspansi Ekspor Baja Lapis ke Australia
- Literasi, "Momok" Terbesar Pengembangan SDM di Indonesia
- [POPULER MONEY] Pengusaha "Waswas" RI Banjir Keramik Impor | OJK Minta Perbankan Awasi Risiko "Paylater"