pattonfanatic.com

Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Rokok Jadi Angin Segar bagi Rokok Ilegal

Ilustrasi rokok, iklan rokok di media sosial.
Lihat Foto

JAKARTA, - Pemerintah melalui dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) tahun 2025 mencantumkan rencana untuk melakukan intensifikasi kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), salah satunya melalui penyederhanaan layer.

Penyederhanaan layer atau struktur tarif cukai rokok dinilai berpotensi menyuburkan rokok ilegal.

Penyederhanaan tarif cukai ini dianggap akan membuat konsumen yang terbebani dengan kenaikan harga ini berpotensi lari ke pasar rokok ilegal. 

Baca juga: Peritel Minta Pemerintah Pertimbangkan Wacana Kenaikan Cukai Rokok Tahun 2025

Ilustrasi rokok, cukai rokok.WIKIMEDIA COMMONS/SANTERI VIINAMAKI Ilustrasi rokok, cukai rokok.

Menurut Wawan Hermawan, akademisi dari Universitas Padjajaran (Unpad), penyederhanaan tarif cukai ini akan membuat produsen besar mendominasi pasar, sehingga hanya rokok dengan harga yang relatif mahal saja yang akan tersedia.

"Harga rokok (legal) dari Rp 25.000 sampai Rp 30.000 dibanding (rokok ilegal) yang Rp 10.000 sampai Rp 15.000 sangat menurunkan minat terhadap rokok legal. Jadi, merokok rokok legal menjadi suatu kemewahan bagi kalangan bawah atau 40 persen masyarakat dengan pendapatan terendah," ujar Wawan dalam keterangannya, Jumat (19/7/2024).

Dengan adanya tekanan ekonomi yang dihadapi masyarakat, banyak perokok yang mencari alternatif lebih murah untuk tetap memenuhi kebiasaan merokok, yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi rokok ilegal maupun sigaret kretek tangan (SKT).

Jumlah perokok di kalangan pendapatan rendah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok di kalangan penghasilan menengah tinggi.

Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

"Menurut saya, yang utama adalah harga rokok yang sangat tinggi relatif terhadap pendapatan masyarakat. Ini di-drive oleh prevalensi merokok yang masih tinggi dan budaya rokok sebagai alat sosial di masyarakat. Selain itu, penegakan hukum terhadap produsen rokok juga masih lemah," sebut Wawan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat