pattonfanatic.com

Melihat "Urban Farming" Terbesar di Cikini

Penampakan urban farming Cikini yang ditanami berbagai tanaman sayur hidroponik hingga buah-buahan.
Lihat Foto

JAKARTA, - Siapa sangka kawasan Cikini, Menteng, yang menjadi salah satu kawasan perkotaan dengan bangunan yang menjulang tinggi memiliki pengelolaan "urban farming" yang beralamatkan Jalan Cikini Nomor 73, atau persis di samping Taman Ismail Marzuki.

Di atas lahan 4.500 meter persegi ada berbagai jenis tanaman pangan yang tumbuh mulai dari kangkung, cabai, daun bawang, hingga buah-buahan seperti melon dan pisang.

Pengelola Urban Farming Cikini 73, Martha, menceritakan Urban Farming Cikini tersebut didirikan pada tahun 2019 silam oleh salah satu perusahaan swasta di bidang properti.

Hal itu dilatarbelakangi lantaran owner perusaaan tersebut memiliki hobi bercocok tanam yang kemudian belajar mengenai pertanaman dari teman-temannya.

Baca juga: “Urban Farming” Ala Warga Kelurahan Palmerah, Bertani di Atap Masjid...

Si pemilik perusahaan itu pun menyulap bangunan hotel yang terbengkalai menjadi layaknya taman. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan bibit-bibit tanaman mulai dari sayur-sayuran, cabai, hingga buah-buahan yang ditanam dalam polybag.

“Karena memang lahan yang luasnya kurang lebih 4.500 meter persegi ini adalah hotel yang terbengkalai dan tak digunakan lagi, jadi tanaman kami kelola di sini,” ujarnya saat dijumpai di kawasan tersebut belum lama ini.

Martha mengklaim "urban farming" yang dikelola itu menjadi "urban farming" terbesar di kawasan Cikini.

Hasil panen dari tanaman-tanaman hidroponiknya hanya dikonsumsi sendiri. Namun jikalau hasil panen melimpah, Martha menjual hasil panennya ke perusahaan milik owner sendiri untuk bahan makanan karyawan. Tentu, harga yang diberikan tak semahal harga di pasar.

Baca juga: “Urban Farming” Diharapkan Dorong Ekonomi Masyarakat

 


Seiring waktu berjalan, jumlah panen sayur-mayur dari "urban farming" itu juga ikut dijual ke pasar. Dalam sekali panen, pihaknya bisa meraup untung berkisar Rp 1,5 juta-an. Namun menurut dia angka itu masih tergolong kecil lantaran pihaknya masih belum mengoptimalkan lebih luas lagi lahan yang ada.

“Karena memang fokus kita mengelola ini bukan untuk menambah nilai bisnis tapi yang memang hobi saja. Tapi kalaupun nanti ke depan ada pasar yang siap menampung produk kami, tidak menutup kemungkinan kami akan coba fokus garap lahan Urban Farming ini,” ungkapnya.

Di sisi lain Martha hanya dibantu oleh 2 pekerja khusus untuk mengelola Urban Farming Cikini untuk proses penanaman, penyemaian, hingga panen.

Pihaknya juga ingin menambah jenis tanaman yang ingin ditanam seperti kacang panjang, bawang-bawangan, tomat cherry, hingga berbagai jenis buah-bukan lainnya.

“Karena kalau buah kami hanya menanam melon saja itupun hanya untuk konsumsi sendiri, tapi ke depan kami mau fokus nanam buah-buah yang lain,” katanya.

Baca juga: Wakil Walkot Jaktim Sebut Upaya Kementan Bangun Urban Farming Adalah Tepat

Sementara itu, Faesal salah satu karyawan yang mengelola urban farming itu mengungkapkan, mengelola "urban farming" gampang-gampang susah.

Sebab beda tanaman beda perawatannya. Belum lagi cuaca yang tidak mendukung.

“Utamanya hujan, kalau hujan justru tanaman perawatannya lebih PR karena hama banyak terus ulat-ulat juga. Jadi memang harus teliti merawatnya,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat