pattonfanatic.com

Asah Keberanian

Ilustrasi suasana bekerja tim di kantor.
Lihat Foto

SEDARI kecil, kita sering mengidolakan orang-orang hebat yang penuh keberanian. Anak-anak terkesima dengan pahlawan pemberani yang menumpas kejahatan. Film-film tentang keberanian, perjuangan membela yang lemah, serta tindakan-tindakan heroik begitu digandrungi.

Namun, apakah keberanian hanya milik segelintir orang yang melawan kejahatan, yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak terbayangkan oleh kita sehari-hari?

Dalam konteks yang paling mendasar, keberanian dapat digambarkan sebagai nyali untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan pada saat itu, meskipun berisiko bagi diri sendiri.

Namun, dalam pekerjaan sehari-hari, kita tentu jarang punya kesempatan untuk menyelamatkan orang yang berada dalam bahaya atau tindakan lain yang dapat membuat kita menjadi viral.

Meski demikian, keberanian adalah salah satu kualitas yang dapat membedakan kepemimpinan seseorang. Keberanian untuk mengambil keputusan dalam situasi yang dilematis dan tidak jelas, keberanian mengemukakan pendapat yang tidak popular menentang keinginan pimpinan, dan keberanian berbicara dari mata ke mata kepada anak buah yang bermasalah adalah hal-hal yang dapat kita jumpai dalam pekerjaan sehari-hari.

Baca juga: Mengatur Nada

Sayangnya, keberanian seperti itu tidak jarang kita abaikan karena enggan menerima konsekuensi ketidaknyamanannya. "Courage must also be expressed every day, at every level in the business world. In fact, it is not enough to simply follow orders from management."

Dalam pekerjaan sehari-hari, kita memiliki berbagai kesempatan untuk berlatih menampilkan keberanian.

Pertama, apakah kita berani menghadapi permasalahan dengan terbuka? Seberapa sering kita mengalihkan pandangan ketika ada permasalahan dan justru berharap orang lain yang menemukan dan mengangkat hal tersebut?

Tanpa kita sadari, sering kali ada “pengecut kecil” dalam diri yang diselimuti oleh rasionalitas yang mendorong kita untuk menunda masalah. Don’t kill the messanger, pepatah yang muncul karena pencetus berita buruk sering kali menjadi tertuduh ataupun yang dimintai pertanggungjawaban alih-alih mendapatkan penghargaan.

Eileen Rachman.Dok EXPERD Eileen Rachman.

Kondisi ini membuat banyak orang kemudian menutup mata pada ketidakbenaran yang terjadi di sekeliling kita. Padahal, dengan tindakan ini berarti kita juga mendukung kesalahan itu terjadi.

Keberanian sejati tidak hanya berhenti sampai mengenali masalah, tetapi juga berani menyuarakannya secara terbuka, meski kita menyadari ada risiko yang harus ditanggung.

Bentuk keberanian kedua mencakup pengambilan risiko untuk melakukan delegasi dengan mempercayai orang lain. Mempercayai berarti mengambil risiko menanggung kesalahan yang dilakukan orang lain.

Delegasi yang efektif berarti sedikit demi sedikit melepaskan sebagian kendali terhadap hasil dengan mengandalkan keterampilan dan keahlian orang lain. Tindakan ini adalah cara membangun lingkungan kolaboratif yang merupakan kunci keberhasilan organisasi.

Baca juga: Era Imajinasi

Keberanian yang ketiga adalah dalam hal pengambilan keputusan. Di masa yang serbacepat, ambigu, dan berubah-ubah, kita tidak bisa menunggu hingga semua menjadi jelas sebelum mengambil keputusan. Kita membutuhkan mereka yang memiliki inisiatif, stamina, serta mental menghadapi tekanan.

Selain itu, pemimpin perlu mengalahkan dirinya sendiri dengan keluar dari rasa nyaman atas kondisi yang sudah dicapainya saat ini dan terus mencari target yang lebih besar untuk mendorong kemajuan tim.

Pemimpin harus berani melihat masa depan dan ingat bahwa dirinyalah yang menentukan arah ke masa depan. “Top-performing teams are those that dare to move outside the comfort of what they know, and push the limits.”

Terakhir, dalam perannya di organisasi, pemimpin juga perlu memiliki keberanian untuk menegakkan aturan serta standar kualitas yang sudah ditetapkan. Pemimpin harus berani menjadi tidak populer untuk berlaku secara adil, baik terhadap individu maupun organisasi. Hal ini tidaklah mudah karena sering kali dampak dari penegakkan aturan dan standar ini tidak akan terasa dalam jangka pendek.

Pimpinan yang berani akan menelaah dan memahami kondisi diri, tim, dan organisasi secara obyektif. Ia berani mengatakan kebenaran yang sulit didengar oleh orang lain, terbuka terhadap kritik yang diterima, serta senantiasa menantang diri untuk terus mencari pendekatan baru yang dapat membuat pekerjaan menjadi lebih baik, lebih mudah, dan lebih efisien.

Baca juga: Pekerjaan yang Bermutu

Membangun keberanian sebagai pemimpin

Untuk berlatih mengasah keberanian, ada tiga area perilaku yang dapat kita praktikkan.

Pertama, keterbukaan terhadap perbedaan. Kita perlu meyakini bahwa keberbedaan adalah hal yang positif. Memiliki pendapat yang berbeda, gaya yang berbeda, kebutuhan yang berbeda adalah hal yang normal dan justru akan memperkaya cakrawala kita.

Mulailah dengan belajar meminta pendapat dan ide dari orang lain, termasuk bawahan kita. Misalnya, bagaimana keputusan mereka bila mereka berada di posisi kita? Siapa tahu ada hal yang terlewatkan dari pertimbangan kita.

Selain membawa suasana inklusif dan inovatif, kita pun belajar untuk berani berpendapat berbeda di forum terbuka.

Setelah meyakini perbedaan itu baik dan mendorong semua pihak untuk berani berpendapat, kita perlu memperdalamnya dengan keberanian untuk berargumentasi. Kita perlu belajar mendengar sambil memengaruhi orang lain, bahkan kalau perlu mengubah pendapat bilamana ternyata ada fakta baru yang lebih kuat berdasarkan diskusi tersebut.

Baca juga: Kekuasaan yang Adiksi

Keberanian tingkat yang lebih tinggi lagi adalah ketika kita sudah memiliki kebiasaan untuk meminta umpan balik dari orang di sekitar kita, bersiap ditunjukkan kesalahan keputusan ataupun perilaku yang kita lakukan pada masa lampau dan kesediaan untuk memperbaikinya. Hal ini menunjukkan keberanian untuk memberikan komitmen terhadap pertumbuhan pribadi dan organisasi.

Pada akhirnya, sebagai pemimpin, kita bertanggung jawab tidak hanya membangun keberanian diri, tetapi juga menularkan budaya berani di organisasi.

Ukuran utama dari seorang pria bukanlah di mana dia berdiri pada saat-saat nyaman dan mudah, melainkan di mana dia berdiri pada saat-saat penuh tantangan dan kontroversi.” -Martin Luther King

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat