pattonfanatic.com

Otot Rupiah Setelah FOMC Meeting

Petugas memilah valuta asing di Cash Center Bank Mandiri di Jakarta, Jumat (4/1/2013).
Lihat Foto

EKSPEKTASI pemangkasan suku bunga acuan The Fed dan berbagai sentimen turut mendinamikai pasar.

Kendati masih berfluktuasi, mata uang rupiah menunjukkan apresiasi, setelah tergerus menyentuh Rp 16.400 per dollar AS sejak Juni 2024. Hingga 12 Juli 2014, kurs rupiah balik arah, mengalami penguatan 0,62 persen.

Dalam hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 1 Agustrus 2024, Fed Fund rate dipertahankan pada level 5,25-5,50 persen.

The Fed memberikan gestur dovish, seiring semakin terbukanya peluang inflasi AS menuju sasarannya 2 persen.

Investor melihat keputusan The Fed sebagai sinyal bahwa kebijakan moneter yang lebih akomodatif akan mendukung pertumbuhan ekonomi AS dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Setali tiga uang, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) sudah lebih dulu mempertahankan suku bunga acuan di 6,25 persen.

Kendati memiliki ruang cukup untuk menurunkan BI rate, karena inflasi yang tetap terjaga di bawah 3 persen. Kebijakan suku bunga acuan yang persisten, menimbang gejolak nilai tukar yang masih getas oleh faktor eksternal.

BI telah mengambil langkah-langkah efektif stabilisasi kurs. Di antaranya intervensi di pasar spot, kebijakan di pasar derivative forward melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

Termasuk menarik capital inflow melalui instrumen jangka pendek SRBI (sekuritas Rupiah BI) dan SVBI (Sekuritas Valas BI).

Dari sumber BI, disebutkan, peningkatan investasi portofolio dari SRBI dan SVBI hingga Juli 2024, cukup signifikan, yaitu mencapai Rp 105,7 triliun.

Penerbitan SRBI dan SVBI telah membantu BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar keuangan Indonesia.

Capital inflow yang bersumber dari SRBI dan SVBI telah berhasil menarik minat investor asing untuk kembali berinvestasi di pasar keuangan Indonesia, sekaligus memperkuat otot rupiah.

Pelemahan rupiah yang sempat menghiasi halaman media sepanjang Juni-Juli 2024, dipantik kabar beban defisit APBN yang dikhawatirkan kian membengkak akibat kebijakan fiskal royal pemerintahan pasca-Jokowi.

Kekhawatiran akan sustainability APBN seiring kian melebarnya defisit anggaran turut membentuk persepsi pasar.

Komunikasi kebijakan yang lambat oleh otoritas ekonomi, berdampak pada disinformasi di pasar keuangan terkait resiliensi fiskal domestik.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat