pattonfanatic.com

Dari Petrodolar ke Ketidakpastian: Krisis Minyak Dapat Mengguncang Visi 2030 Arab Saudi

Ilustrasi Arab Saudi
Lihat Foto

ARAB Saudi, negara yang diidentikkan dengan kekayaan minyaknya, selama ini dikenal sebagai salah satu eksportir minyak terbesar di dunia.

Cadangan minyak yang melimpah telah lama menjadi motor penggerak ekonomi negara, menyokong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik yang diandalkan oleh kerajaan.

Namun, perubahan dinamika global dan lokal memulai era baru yang penuh tantangan.

Pada Juni 2024, kerajaan ini hanya menghasilkan pendapatan sebesar 17,7 miliar dollar AS dari ekspor minyak, tercatat turun 9 persen dari tahun sebelumnya dan 12 persen dari bulan sebelumnya.

Penurunan pendapatan ini mencerminkan dampak langsung dari tekanan harga minyak acuan Brent, yang saat itu berada di sekitar 76 dollar AS per barel, jauh di bawah harga yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan anggaran nasional.

Krisis pendapatan ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait keberlanjutan ekonomi Arab Saudi, khususnya terhadap Visi 2030 yang ambisius, inisiatif besar yang diprakarsai oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

Visi 2030 bertujuan mengurangi ketergantungan kerajaan terhadap minyak dengan diversifikasi ekonomi dan pembukaan sektor-sektor baru seperti teknologi, pariwisata, dan hiburan.

Namun, dengan penurunan tajam dalam pendapatan minyak, sumber pendanaan utama untuk proyek-proyek besar dalam Visi 2030 berada dalam risiko.

Tanpa pendapatan yang stabil dari minyak, realisasi dari berbagai proyek infrastruktur dan teknologi canggih yang telah direncanakan mungkin akan menghadapi keterlambatan atau bahkan penghentian.

Krisis ini tidak hanya mengancam keberhasilan Visi 2030, tetapi juga potensial memengaruhi stabilitas ekonomi dan politik di Arab Saudi, memaksa kerajaan untuk mengevaluasi kembali strategi ekonomi dan kebijakan fiskalnya dalam menghadapi realitas baru ini.

Visi 2030: Ambisi besar di tengah realitas ekonomi

Visi 2030 adalah peta jalan ambisius yang diluncurkan oleh MBS dengan tujuan mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi dan mengurangi ketergantungan pada minyak.

Di dalamnya terdapat rencana untuk menciptakan megaproyek seperti Neom, kota futuristik yang dirancang untuk menjadi pusat teknologi dan inovasi global. Namun, seiring dengan penurunan pendapatan dari sektor minyak, realisasi proyek-proyek ini mulai diragukan.

Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun harga minyak sempat naik ke 91 dollar AS per barel pada April 2024, harga tersebut kembali terpuruk ke angka 76 dollar AS per barel pada Juni 2024, atau 7 persen lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

IMF memprediksi bahwa Arab Saudi membutuhkan harga minyak sekitar 96,20 dollar AS per barel untuk menyeimbangkan anggaran tahunannya.

Dengan angka ini, defisit anggaran semakin tidak terhindarkan, memaksa Arab Saudi untuk memotong anggaran proyek-proyek besar yang telah direncanakan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat