Subsidi KRL Berbasis NIK, YLKI: Aneh, Absurd, Menggelikan...
JAKARTA, - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, rencana pemerintah yang akan mengubah skema subsidi public service obligation (PSO) KRL Jabodetabek dengan menerapkan tiket elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) merupakan kebijakan yang tidak adil dan tidak logis.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi Abadi menjelaskan, selama ini pengguna aktif kereta telah berkontribusi untuk mengurangi kemacetan dan polusi. Sehingga menurut dia, pengguna kereta seharusnya layak diberikan insentif dan subsidi.
“Saya kira ini wacana yang tidak adil dan bahkan kurang logis karena pengguna kereta itu sangat berhak diberikan insentif dan subsidi sekalipun pada mereka yang berstatus mampu. Sebab, mereka telah rela meninggalkan motornya untuk naik kereta dan itu harus diapresiasi karena ikut berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, dan lama lantas,” ujarnya saat dihubungi , Senin (2/9/2024).
Baca juga: Soal Subsidi KRL Berbasis NIK, Ini Kata Erick Thohir
Menurut dia, kalaupun pemerintah menerapkan kebijakan itu dengan alasan karena tidak tepat sasaran, hal itu kontradiksi dengan pemberian subsidi BBM yan juga tak tepat sasaran.
“Itu subsidi BBM jumlahnya ratusan kali lipat kenapa dibiarkan? Artinya kan pemerintah juga mensubsidi pengguna mobil dan motor. Lah ini, subsidi pengguna angkutan massal KRL malah diutak-atik. Kan aneh, absurd, alias menggelikan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana mengubah skema subsidi public service obligation (PSO) KRL Jabodetabek dengan menerapkan tiket elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Rencana ini dituangkan dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025.
Pada RAPBN 2025, pemerintah mengalokasikan subsidi PSO kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebesar Rp 4,79 triliun untuk berbagai layanan kereta api.
Namun pada RAPBN tahun depan penyaluran subsidi PSO kereta api itu dilakukan dengan beberapa perbaikan, salah satunya dengan penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal menyatakan, dengan penerapan tiket KRL berbasis NIK, pemerintah ingin subsidi PSO disalurkan lebih tepat sasaran.
"Rencana ini merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (30/8/2024).
Baca juga: Soal Subsidi KRL Berbasis NIK, Commuter Line: Belum Ada Arahan dari Kemenhub
Terkini Lainnya
- Menperin Agus: Batik Indonesia Berhadapan dengan Produk-produk Impor...
- BI Luncurkan Aplikasi Kalkulator Hijau, Mudahkan Perbankan dan UMKM Hitung Emisi Karbon
- 10 Tahun Muatan Tol Laut Naik Signifikan, Menhub Instruksikan Terus Ditingkatkan
- Terus Bertambah, OJK Blokir 8.000 Rekening Terkait Judi "Online"
- Gandeng BKSDA, Pertamina Kembangkan Eduwisata Kopi di Marangkayu Kaltim
- Pemindahan ASN ke IKN, Menpan-RB: Keputusan di Pemerintah yang Baru...
- Deflasi 5 Bulan Berturut-turut, BI Nilai Bukan Tanda Ekonomi Melemah
- Lanjutan Sidang Kasus Antam Vs Budi Said, Antam: Jumlah Uang dengan Berat Emas Sudah Sesuai
- Pabrik PV SEG Solar Terbesar di Asia Tenggara Dibangun di KIT Batang
- 5 Kelebihan dan Kekurangan BUMS atau Badan Usaha Milik Swasta
- Menpan-RB Khawatir Jumlah Tenaga Honorer Kembali "Gemuk" Usai Pilkada 2024
- 30 Contoh BUMS Asing yang Ada di Indonesia
- Naik, Harga Bioetanol Oktober 2024 Jadi Rp 14.144 Per Liter
- 30 Contoh Badan Usaha BUMS: Swasta Lokal dan Asing
- Deflasi 5 Bulan Berturut-turut, Tanda Penurunan Daya Beli Masyarakat?
- BI Luncurkan Aplikasi Kalkulator Hijau, Mudahkan Perbankan dan UMKM Hitung Emisi Karbon
- Ketergantungan Berlebih pada Komoditas: Menggali Jurang "Dutch Disease" di Indonesia
- Peringatan Keras Deflasi Empat Bulan Berturut-turut di 2024
- Tuduhan Anti-Dumping Udang Ancam Ratusan Ribu Pekerja
- Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan Permata
- OJK Proyeksikan Dana Pensiun Berpotensi Capai 20 Persen dari PDB