pattonfanatic.com

Beban Pengeluaran Kelas Menengah yang Terus Melonjak, Terutama buat Transportasi

Ilustrasi kelas menengah. Nasib kelas menengah di Indonesia, harus bayar pajak dan tidak layak menerima bantuan sosial (bansos).
Lihat Foto

JAKARTA, - Beban pengeluaran masyarakat kelas menengah untuk kebutuhan transportasi terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan, beban pengeluaran tersebut sudah lebih tinggi dari rekomendasi "kesehatan" finansial masyarakat.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan, pengeluaran masyarakat kelas menengah untuk transportasi meningkat sekitar 7,5 persen dari 2019 ke tahun 2024. Hal ini sebagaimana ditunjukan oleh data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS secara berkala.

"Pengeluaran pada trasnportasi dominan untuk transportasi darat, biaya naik becak, ojek, taksi, mikrolet, minibus, dan lain-lain," kata dia, kepada , Selasa (3/9/2024).

Baca juga: Subsidi KRL Berbasis NIK, YLKI: Aneh, Absurd, Menggelikan...

BPS tidak merinci, berapa besaran yang dikeluarkan masyarakat untuk transportasi saat ini. Namun demikian Ateng bilang, pengeluaran untuk transportasi itu tidak termasuk pengeluaran untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), sebab ditanyakan untuk rincian terpisah.

Sementara itu, Perencana keuangan Andy Nugroho menyebutkan, idealnya pengeluaran masyarakat untuk transportasi sebesar 10 persen dari total pengeluaran. Dengan demikian, masyarakat masih bisa mengalokasikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya lagi dengan lebih leluasa.

"Namun sebuah penelitian di Indonesia pernah menemukan bahwa rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia yang berada di kota besar untuk transportasinya sehari-hari bisa mencapai 25 - 30 persen dari pengeluarannya," tutur dia.

Baca juga: Subsidi Tarif KRL Berbasis NIK Bisa Tambah Beban Kelas Menengah

Penyesuaian subsidi KRL berbasis NIK jadi beban baru

Pos pengeluaran masyarakat untuk transportasi itu berpotensi kembali meningkat menyusul adanya rencana penyesuaian pemberian subsidi tiket KRL Jabodetabek menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Andy bilang, wacana penyesuaian tarif KRL tentu akan berdampak terhadap pengeluaran kelas menengah, sebab pos pengeluaran masyarakat untuk transportasi saat ini sebenarnya sudah melampaui "angka ideal".

"Kelas menengah ini biasanya sudah memiliki pos-pos pengeluaran yang cukup banyak dan ketat," ujarnya.

Secara paralel, pendapatan masyarakat kelas menengah dinilai tidak tumbuh secara signifikan. Hal ini membuat ruang pengeluaran tambahan untuk transportasi, yang merupakan kebutuhan tidak bisa dialihkan, menjadi lebih terbatas.

Oleh karenanya, apabila wacana penyesuaian tarif KRL berdasarkan NIK terealisasi, masyarakat kelas menengah mau-tidak mau harus mengorbankan pos pengeluaran lainnya. Pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan sekunder atau tersier berpotensi semakin tergerus.

"Sehingga apabila terjadi kenaikan harga tiket KRL yang merupakan salah satu komponen pengeluaran rutin sehari-hari, akan berpengaruh pada harus dikuranginya pengeluaran lainnya," tutur Andy.

Baca juga: Pulihkan Kelas Menengah, Prabowo-Gibran Larang Kontraktor Konglomerat Garap 2 Juta Rumah di Pedesaan

 


Sebagai informasi, selama ini, seluruh tiket KRL Jabodetabek disubsidi pemerintah dalam bentuk public service obligation (PSO), sehingga pemberian subsidi dilakukan secara merata kepada seluruh penumpang KRL.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal menyatakan, dengan penerapan tiket KRL berbasis NIK, pemerintah ingin subsidi PSO disalurkan lebih tepat sasaran.

"Rencana ini merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, sepertik dikutip Jumat (30/8/2024).

Untuk itu, Kemenhub masih akan mengkaji rencana ini dengan matang dan membahasnya dengan pihak terkait agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran.

Baca juga: Satu dari Tiga Penduduk Kelas Menengah Indonesia Adalah Gen Z dan Gen Alpha

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat