pattonfanatic.com

3 Contoh Pajak Subjektif, di Indonesia Ada PPh

Contoh pajak subjektif di Indonesia paling mudah adalah PPh.
Lihat Foto

- Contoh pajak subjektif di Indonesia adalah pajak penghasilan atau PPh. Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan mempertimbangkan kondisi pribadi dan kemampuan ekonomi dari wajib pajak.

Dalam sistem pajak ini, pengenaan pajak disesuaikan dengan situasi keuangan wajib pajak, sehingga beban pajak dapat lebih adil.

Pajak subjektif berbeda dengan pajak objektif, di mana pajak dikenakan berdasarkan objek tertentu tanpa mempertimbangkan kondisi pribadi wajib pajak.

Baca juga: Apa Itu Tarif Pajak, Jenis, Dasar Hukum, dan Contohnya

Contoh pajak subjektif

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Contoh pajak subjektif pertama adalah PPh. Pajak penghasilan adalah contoh paling umum dari pajak subjektif. Di Indonesia, PPh dikenakan berdasarkan penghasilan tahunan seseorang, dengan tarif progresif yang meningkat seiring dengan meningkatnya penghasilan.

Selain itu, penghasilan kena pajak juga dapat dikurangi dengan pengurangan tertentu, seperti tunjangan keluarga atau biaya pendidikan, yang memperhitungkan keadaan pribadi wajib pajak.

Misalnya, seseorang yang berstatus lajang dengan penghasilan Rp 100 juta per tahun mungkin membayar pajak lebih rendah dibandingkan dengan orang lain yang memiliki penghasilan sama tetapi memiliki tanggungan keluarga, karena adanya pengurangan pajak untuk tanggungan.

2. Pajak warisan

Contoh pajak subjektif kedua adalah pajak warisan. Pajak warisan juga merupakan jenis pajak subjektif, di mana pajak dikenakan atas harta yang diwariskan kepada ahli waris.

Tarif pajak bisa bervariasi berdasarkan nilai warisan dan hubungan antara pewaris dan penerima warisan, dengan penerima yang lebih jauh dalam garis keluarga mungkin membayar pajak lebih tinggi.

3. Pajak kekayaan

Salah satu jenis pajak yang termasuk pajak subjektif adalah pajak kekayaan. Beberapa negara mengenakan pajak kekayaan, yang juga merupakan contoh pajak subjektif. Pajak ini dikenakan pada kekayaan bersih seseorang, seperti properti, investasi, dan aset lainnya.

Tarif pajak bisa bervariasi tergantung pada total kekayaan yang dimiliki, dengan orang yang lebih kaya membayar tarif pajak lebih tinggi. Nah di Indonesia, sejauh ini belum menerapkan pajak kekayaan.

Baca juga: Pajak Subjektif dan Objektif Adalah Jenis Pajak Berdasarkan Apa?

Karakteristik Pajak Subjektif

  1. Pertimbangan kemampuan ekonomi: Pajak subjektif memperhitungkan kemampuan ekonomi wajib pajak. Ini berarti, semakin tinggi penghasilan atau kekayaan seseorang, semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar, dan sebaliknya.
  2. Memperhatikan keadaan pribadi: Pajak ini juga memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak seperti jumlah tanggungan, status perkawinan, dan situasi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membayar pajak.
  3. Tujuan redistribusi pendapatan: Salah satu tujuan dari pajak subjektif adalah untuk mencapai keadilan sosial dengan mendistribusikan kembali pendapatan. Pajak yang lebih tinggi dikenakan pada individu dengan penghasilan atau kekayaan yang lebih besar, untuk membantu mereka yang kurang mampu.
  4. Fleksibilitas dalam penghitungan pajak: Pajak subjektif memungkinkan adanya fleksibilitas dalam penghitungan pajak, karena pajak dihitung berdasarkan situasi keuangan individu, bukan berdasarkan nilai barang atau jasa yang dikenakan pajak.

Baca juga: Jenis Tarif Pajak dan Pengelompokannya di Indonesia

Contoh pajak subjektif yang tidak diberlakukan di Indonesia adalah pajak atas warisan.Muhammad Idris/Money.kompas.com Contoh pajak subjektif yang tidak diberlakukan di Indonesia adalah pajak atas warisan.

Kelebihan dan kekurangan pajak subjektif

Kelebihan

  1. Keadilan sosial: Pajak subjektif dapat dianggap lebih adil secara sosial karena mempertimbangkan kemampuan individu untuk membayar pajak. Dengan demikian, individu yang lebih mampu secara ekonomi akan membayar lebih banyak, yang membantu mendistribusikan kekayaan secara lebih merata di masyarakat.
  2. Pengurangan ketidaksetaraan: Dengan adanya tarif pajak yang progresif dan pengurangan pajak untuk mereka yang memiliki tanggungan atau pengeluaran penting lainnya, pajak subjektif dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi.
  3. Penyesuaian: Pajak ini lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan situasi individu, sehingga dapat mengurangi beban pajak yang tidak seharusnya ditanggung oleh mereka yang berada dalam kondisi keuangan sulit.

Baca juga: Jenis Pajak yang Menerapkan Tarif Tetap dan Contohnya

Kekurangan

  1. Kompleksitas: Karena memperhitungkan berbagai faktor pribadi, pajak subjektif sering kali lebih rumit untuk dihitung dan diadministrasikan dibandingkan dengan pajak objektif. Ini dapat meningkatkan biaya administrasi dan menyulitkan wajib pajak dalam memahami kewajiban pajak mereka.
  2. Potensi penghindaran pajak: Kompleksitas dalam penghitungan pajak subjektif juga dapat membuka peluang bagi wajib pajak untuk menemukan celah hukum atau menggunakan strategi penghindaran pajak, yang dapat mengurangi efektivitas sistem pajak ini.
  3. Ketergantungan pada informasi pribadi: Pajak subjektif memerlukan informasi pribadi yang rinci, yang bisa menimbulkan masalah privasi dan menambah beban administrasi bagi wajib pajak dan otoritas pajak.

Pajak subjektif menawarkan pendekatan yang lebih personal dan adil dalam sistem perpajakan dengan mempertimbangkan kemampuan dan keadaan pribadi wajib pajak.

Meskipun memiliki banyak kelebihan, seperti peningkatan keadilan sosial dan pengurangan ketidaksetaraan, pajak subjektif juga memiliki tantangan, terutama terkait dengan kompleksitas dan potensi penghindaran pajak.

Dalam penerapannya, penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan keadilan dan efisiensi untuk mencapai tujuan fiskal dan sosial yang diinginkan. Jadi sudah tahu kan apa saja contoh pajak subjektif?

Baca juga: Pengertian Tarif Pajak Proporsional, Hitungan, dan Contohnya

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat