Ekonom Minta Pemerintah Tunda Sejumlah Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah
JAKARTA, - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto meminta agar pemerintah menunda pemberlakuan sejumlah kebijakan yang akan membebani kelas menengah.
Kebijakan tersebut di antaranya subsidi KRL Jabodetabek melalui penerapan tiket elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada 2025, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) dari 11 persen jadi 12 persen pada 2025, pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 1 Oktober 2024, dan iuran tambahan untuk dana pensiun pekerja.
"Kalau bisa sebetulnya segala yang terkait dengan administered prices (harga yang diatur pemerintah) ini harus dievaluasi dulu," ujarnya dalam diskusi virtual, Senin (9/9/2024).
Sebab, kebijakan-kebijakan tersebut dapat menambah beban bagi penduduk kelas menengah yang saat ini banyak yang turun kelas.
Baca juga: Kemenaker Sebut Penurunan Kelas Menengah Berkaitan dengan Pandemi Covid-19
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), selama lima tahun terakhir ada sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah yang turun kelas.
Eko khawatir apabila kebijakan-kebijakan tersebut diterapkan di tengah kondisi saat ini, jumlah kelas menengah yang turun kelas akan semakin bertambah.
"Implikasinya itu akan semakin menurunkan kelas menengah lagi dalam situasi ekonomi yang sebetulnya sedang perlambatan saat ini," kata dia.
Oleh karenanya, dia meminta pemerintah untuk menunda pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut agar penduduk kelas menengah dapat memiliki ruang untuk mengatur perekonomian mereka.
"Kalau dari saya sih tidak tepat ya momennya. Jadi sekali lagi, tadi saya merekomendasikan sebisa mungkin hal-hal yang bisa ditunda itu dilakukan penundaan. Untuk memberikan nafas bagi kelas menengah untuk bisa meningkat lagi," ucapnya.
Baca juga: PPN 12 Persen: Strategi Fiskal atau Beban Baru bagi Masyarakat?
Dia memperkirakan, dalam waktu dekat perekonomian nasional akan kembali bergairah seiring dengan penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed rate) yang akan diikuti dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan menurunnya suku bunga acuan, maka suku bunga kredit juga akan ikut turun sehingga masyarakat dapat memulai berusaha di sektor riil.
Sementara jika kebijakan-kebijakan tersebut diterapkan saat ini, kesempatan untuk memulihkan perekonomian kelas menengah tersebut akan menjadi sia-sia.
"Momentum tren dari penurunan suku bunga belum terjadi ya tapi sebentar lagi kemungkinan akan terjadi. Itu harus disambut dengan kebijakan-kebijakan yang lebih pro growth terhadap konsumsi. Bukan pungutan-pungutan dan sebagainya," tuturnya.
Baca juga: Kebijakan Baru Potong Gaji untuk Dana Pensiun, Karyawan Swasta Menjerit!
Terkini Lainnya
- Kimia Farma Buka Lowongan Kerja hingga 18 Oktober 2024, Cek Syaratnya
- Bagaimana Penilaian SKD CPNS 2024?
- Amblasnya Kelas Menengah dan Tantangan Zaken Kabinet Prabowo
- Berapa Gaji PNS Terbaru Tahun 2024?
- Harga Emas Terbaru Hari Ini 13 Oktober 2024 di Pegadaian
- Harga Bahan Pokok Minggu 13 Oktober 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni
- Update Harga Emas Antam Hari Ini Minggu 13 Oktober 2024
- Mentan Bagi-bagi Benih ke Warga saat Blusukan di Merauke
- Teten Minta Rempah Tak Boleh Lagi Diekspor Mentah
- Jalan Terjal Ketahanan Pangan Nasional
- Satu Dekade Kebijakan Pajak Jokowi
- Apa Itu Saham Blue Chip: Pengertian, Keuntungan, dan Contohnya
- Daftar 15 Bank BPR yang Ditutup OJK hingga September 2024
- XFO Skin Clinic Buka Cabang di Tebet, Tawarkan Diskon hingga 80 Persen
- Cara Mudah Cek Mutasi Rekening BNI via BNI Direct
- Revisi 2 Permen Disahkan, Kemendag Buka Lagi Keran Ekspor Pasir Laut
- Kemenaker: Kunci Utama Kelas Menengah Kuat adalah Kualitas SDM
- Tindaklanjuti Arahan Presiden, Kemendag Keluarkan Permen Tata Niaga Ekspor Kratom
- Demi Lindungi Konsumen, Industri Wajib Patuhi Peraturan BPOM Soal Label Risiko Pelepasan BPA
- KAI Group Layani 299,75 Juta Penumpang dari Januari sampai Agustus 2024