pattonfanatic.com

Apa Strategi Jitu Prabowo Mengokohkan Kedaulatan Energi?

Ilustrasi energi
Lihat Foto

SAYA telah mendengar pidato dua presiden dengan masing-masing dua periode, yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Kali ini saya dengar lagi pidato yang sama dari presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Ketiganya mengatakan RI punya proven reserves energy yang besar. Termasuk biofuel energy, sebagaimana yang disampaikan Prabowo pada Kongres PAN, 24 Agustus 2024, di Jakarta. Namun, problemnya RI selalu defisit energi.

Lifting Migas selalu rentan di bawah asumsi makro selama dua dekade terakhir, sejak zaman SBY hingga Jokowi. Kendati sekali lagi, RI berlimpah proven reserve energy.

Boro-boro mengalami "kedaulatan energi," wong untuk "ketahanan energi saja kita sempoyongan" ketika terjadi volatilitas harga energi global. APBN dari sisi subsidi energi selalu tertekan bila terjadi fluktuasi harga internasional.

Memang investasi di sektor energi ini mahal. Termasuk untuk transisi energi. Butuh biaya besar. Duit RI masih sedikit. Sebab itu bergantung pada investasi asing dalam bentuk FDI/Foreign Direct Investment.

Dari rilis Kementerian ESDM, butuh investasi untuk transisi energi sebesar 20-30 miliar dollar AS tiap tahun. Sekitar Rp 500 triliun per tahun. Ini uang besar.

Otomatis kalau dana asing, maka meski punya proven reserve energy yang besar, untungnya tetap mengalami repatriasi ke negeri asal dalam bentuk remitansi dividen dan gaji pekerja atau tenaga ahli asing. Termasuk impor barang modal. Meminjam istilah Prabowo, uang kita bocor keluar.

Kembali ke pokok soal, investasi di sektor energi yang besar, namun belum diimbangi dengan kedalaman sektor keuangan.

Sektor keuangan RI masih dangkal. Oleh sebab itu, untuk pembiayaan investasi besar, seperti di sektor energi atau transisi energi, butuh FDI.

Pada akhir 2023, rasio kredit terhadap PDB Indonesia adalah sekitar 40 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti Malaysia (sekitar 130 persen) atau Thailand (sekitar 90 persen).

Kapitalisasi pasar saham Indonesia pada akhir 2023 adalah sekitar 670 miliar dollar AS. Ini relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara seperti India (sekitar 3 triliun dollar AS) atau China (sekitar 13 triliun dollar AS), menunjukkan pasar modal Indonesia masih kurang dalam.

Menurut laporan World Bank "Global Financial Development Report 2023," kedalaman sektor keuangan Indonesia masih di bawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

Dus, dangkalnya sektor keuangan ini pula menyebabkan investasi di sektor hulu energi masih kering pembiayaan. Sektor keuangan RI belum memiliki ceruk khusus untuk pembiayaan sektor hulu energi.

Proven reserve energy besar, tapi masih minim pembiayaan. Ini masalah klasik yang perlu dicari jalan keluarnya secara serius.

GDP sektoral RI harus benar-benar diarahkan pada sektor potensial mendongkrak penerimaan negara. Financial reform harus terus mendorong inklusi keuangan dan literasi melalui digitalisasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat