pattonfanatic.com

Ramai-ramai Soroti Kebijakan Kemasan Polos Produk Tembakau yang Berisiko Picu Pemasaran Rokok Ilegal

Forum diskusi bertajuk Ruang Rembuk: Menakar Regulasi dan Dinamika Ekonomi? di Jakarta, Senin (9/9/2024). Mengusung tema bertajuk ?Wacana Kebijakan Kemasan Polos pada Produk Tembakau?, diskusi tersebut membahas pasal-pasal yang tertuang dalam RPMK.
Lihat Foto

- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) memantik pro dan kontra.

Utamanya, stakeholder yang terlibat dalam industri tembakau di Indonesia, mulai dari pemangku kepentingan mata rantai industri hasil tembakau, pedagang, pekerja, hingga konsumen.

Merespons hal tersebut, forum diskusi bertajuk Ruang Rembuk: Menakar Regulasi dan Dinamika Ekonomi” digelar di Jakarta, Senin (9/9/2024).

Mengusung tema bertajuk “Wacana Kebijakan Kemasan Polos pada Produk Tembakau”, diskusi tersebut membahas pasal-pasal yang tertuang dalam RPMK.

Sejumlah pihak didapuk sebagai narasumber forum tersebut, antara lain Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi XI Mukhammad Misbakhun, Anggota DPR RI Komisi IX Rahmad Handoyo, serta Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan.

Baca juga: Cukai Rokok Naik Lagi, Anggota Komisi XI Misbakhun Minta Pemerintah Pikirkan Nasib Petani

Selain itu, ada pula Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, dan Ahli Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho.

Adapun Pasal 435 pada PP 28/2024 yang mengatur tentang standarisasi kemasan pada produk tembakau dan rokok elektronik menjadi salah satu fokus utama pada diskusi tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Henry mengatakan bahwa pasal yang mengarah pada penerapan kemasan polos menyulitkan para pelaku industri hasil tembakau.

“Jika kemasan polos diterapkan, industri kretek atau rokok putih di Indonesia akan mengalami persaingan yang tak sehat dan makin marak peredaran rokok-rokok illegal,” ujar Henry dalam keterangan tertulis yang diterima , Selasa (10/9/2024).

Henry melanjutkan, mengubah ke kemasan polos dibutuhkan investasi dengan nilai yang fantastis. Hal ini dinilai pihaknya memengaruhi industri yang sedang mengalami masa-masa sulit seperti saat ini.

Baca juga: Asosiasi Sebut PP 28 Tahun 2024 Matikan Ekonomi Petani Tembakau

Setali tiga uang dengan Henry, Ali menyebut bahwa peraturan tersebut berbenturan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait industri tembakau di Indonesia.

“Rokok sudah diakui sebagai aspek yang legal, maka tidak boleh dilarang dipublikasikan. Kalau saya memahaminya dari konstruksi hukum, seperti putusan MK Nomor 54 Tahun 2008. Jika diperbolehkan oleh putusan itu, maka kemasan juga harus jelas,” tegasnya.

Jika tidak jelas, lanjut dia, putusan MK dilanggar. Demikian pula dengan putusan MK Nomor 9 Tahun 2009.

“Putusan MK tersebut (Nomor 9 Tahun 2009) menyatakan sektor industri yang melakukan usaha secara legal di Indonesia memiliki hak yang sama dengan industri-industri lain dalam melakukan pengenalan dan pemasaran produk,” kata Ali.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, juga menyoroti risiko lainnya akibat PP 28/2024, yang dianggap akan membebani pelaku usaha.Dok. Ruang Rembuk Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, juga menyoroti risiko lainnya akibat PP 28/2024, yang dianggap akan membebani pelaku usaha.

Pertimbangkan aspek ekonomi dan kesejahteraan

Pada kesempatan sama, Misbakhun dan Rahmad berpandangan bahwa polemik terkait RPMK tidak hanya dapat dilihat dari aspek kesehatan.

Baca juga: Asosiasi Industri Produk Tembakau Alternatif Minta Pemerintah Revisi PP Kesehatan

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat