Kala Utang "Paylater" Melonjak di Tengah Pelemahan Daya Beli Masyarakat...
JAKARTA, - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai pembiayaan atau pinjaman yang disalurkan perusahaan pembiayaan dan perbankan lewat layanan buy now pay later (BNPL) atau paylater kian meningkat. Bahkan, laju pertumbuhan paylater pada Juli 2024 jauh lebih pesat dibanding bulan sebelumnya.
Data OJK menunjukkan, nilai pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan mencapai Rp 7,81 triliun pada Juli 2024, naik 73,55 persen secara tahunan (year on year/yoy). Laju pertumbuhan itu lebih tinggi dibanding pertumbuhan Juni 2024 sebesar 47,81 persen secara yoy.
Sementara itu, pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perbankan sudah mencapai Rp 18,01 triliun, tumbuh 36,66 persen secara yoy. Berbeda dengan perusahaan pembiayaan, pertumbuhan pembiayaan paylater melambat dari bulan sebelumnya sebesar 49,43 persen secara yoy.
Baca juga: Gara-gara Paylater, 1,5 Juta Orang Terancam Sulit Ambil KPR
Kenaikan signifikan pembiayaan paylater terjadi di tengah "tanda-tanda" pelemahan daya beli masyarakat yang kian nyata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengalami deflasi selama 4 bulan berturut-turut, yakni pada Mei-Agustus 2024.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, pesatnya pertumbuhan pembiayaan BNPL menunjukkan, tingginya kebutuhan pendanaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. BNPL pun dipilih sebab memiliki aksesibilitas yang lebih mudah dibanding kredit konsumer perbankan.
"Ketika perbankan tidak ingin meng-collect permintaan pembiayaan, terutama yang konsumsi, mereka akan masuk ke BNPL," kata dia kepada , Selasa (10/9/2024).
Baca juga: OJK Sebut Penyaluran Paylater Multifinance Lebih Rendah dari Perbankan
Menurutnya, tingginya kebutuhan pendanaan masyarakat tidak terlepas dari data yang menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat. Huda bilang, fenomena seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat, membuat masyarakat harus mencari pendanaan alternatif, salah satunya paylater.
"Apalagi BNPL kan memang untuk konsumtif. Mereka mau beli barang, uangnya tidak ada, ya mereka larinya kepada BNPL," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar bilang, pertumbuhan pembiayaan di sektor industri jasa keuangan justru menunjukan daya beli masyarakat yang terjaga. Mahendra memang tidak merinci pembiayaan yang dimaksud ialah BNPL.
Baca juga: Persiapan CIMB Niaga dan BSI Terjun ke Bisnis Paylater
"Itu dapat untuk kemudian kita simpulkan bahwa terjadinya deflasi dan penurunan jumlah kelas menengah itu dilihat dari angka-angka yang ada dalam sektor jasa keuangan nampaknya belum memperlihatkan atau tidak memperlihatkan dampak yang signifikan," tutur Mahendra, dalam Konferensi Pers Hasil RDK Bulanan Agustus 2024, secara virtual, Jumat (6/9/2024).
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengaku optimis, di tengah fenomena pelemahan daya beli tersebut, penyaluran pinjaman kepada masyarakat melalui perusahaan pembiayaan atau layanan financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau pinjaman online (pinjol) diyakini tetap tumbuh tinggi.
"Tren pertumbuhan pembiayaan yang tetap terjaga memberikan sinyal bahwa industri multifinance dan fintech P2P lending memiliki kemampuan dalam memitigasi risiko penurunan daya beli masyarakat," kata dia dalam keterangannya.
Baca juga: Cara Bayar Lazada Paylater dan Mengecek Tagihannya
Terkini Lainnya
- Angkasa Pura Indonesia Siap Kelola Bandara IKN dengan Konsep "Multi Airport System"
- Amortisasi: Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Bedanya dengan Depresiasi
- Kilas Balik Kala Sri Mulyani "Terpental" dari Posisi Menkeu di Era SBY
- Gandeng Kredivo, Bayar Tiket MRT Jakarta Bisa Pakai "Paylater"
- Mengenal Debit dan Kredit dalam Akuntansi: Pengertian dan Perbedaannya
- Buruh Ingatkan, Rencana Aturan Kemasan Rokok Polos Bisa Matikan Industri Tembakau Nasional
- Profil Amran Sulaiman, Menteri Kesayangan Prabowo yang Berpotensi Jadi Mentan Lagi
- Pada 2029, INTI Targetkan Bangun Pemantau Frekuensi Radio di 500 Titik
- Bakal Jadi Menteri Keuangan di Tiga Presiden Berbeda, Ini Profil Sri Mulyani
- Perkara Tak Mudah Dedolarisasi bagi China
- Era Prabowo-Gibran Segera Hadir, Airlangga Optimistis Keyakinan Investor Meningkat
- Pertamina International Shipping Kembangkan Modul Digital untuk Pantau Biaya Operasional Kapal
- Ekspor Alas Kaki Tumbuh 64,5 Persen Selama 10 Tahun Pemerintahan Jokowi
- Ini Strategi Bos BTN Berantas Pungli di Proses KPR
- Warga Singapura Kini Bisa Kunjungi Batam, Bintan, Karimun Tanpa Visa
- Ramai-ramai Soroti Kebijakan Kemasan Polos Produk Tembakau yang Berisiko Picu Pemasaran Rokok Ilegal
- Saaih Halilintar Gagal Ikut PON, Ditjen Pajak: Dia Punya NPWP sejak 2020
- Apa Strategi Jitu Prabowo Mengokohkan Kedaulatan Energi?
- Jasindo Cetak Pendapatan Premi Rp 1,77 Triliun sampai Semester I-2024
- Bantah Bos AirAsia, Menhub Sebut Avtur RI Bukan yang Termahal se-ASEAN