pattonfanatic.com

Kelas Menengah Menyusut, Pelatihan Vokasional Dinilai Bisa Jadi Solusi Jangka Pendek

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo.
Lihat Foto

JAKARTA, - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo meminta pemerintah tidak meremehkan pelatihan vokasional (pelatihan peningkatan keterampilan individu) dalam mengatasi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.

Menurut Dradjad, pelatihan vokasional penting mengingat turunnya jumlah kelas menengah disebabkan sejumlah guncangan ekonomi sehingga perlu solusi jangka pendek.

"Kita kan butuhnya (solusi jangka) pendek. Sangat pendek. Karena kan ini (terjadi penurunan kelas menengah) karena guncangan-guncangan dalam jangka pendek," ujar Dradjad kepada saat ditemui di Palmerah Selatan, Selasa (10/9/2024).

Baca juga: Ekonom Minta Pemerintah Tunda Sejumlah Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah

Selain itu, pelatihan vokasional menurutnya diperlukan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja sesuai permintaan industri.

Dengan pelatihan vokasional yang tak memerlukan waktu lama, keutuhan industri bisa lekas terpenuhi.

"Kita terlalu meremehkan pelatihan vokasional. Karena ada gap ya. Keahlian di banyak industri ada kebutuhan, tapi kita tidak bisa memenuhi. Ataupun kalau bisa memenuhi perlu training panjang," kata Dradjad.

Baca juga: Kemenaker Sebut Penurunan Kelas Menengah Berkaitan dengan Pandemi Covid-19

Selain itu, ia pun menyarankan pemerintah menciptakan ekosistem industri kreatif yang baik agar pelaku industri tersebut bisa lebih produktif.

Kondisi tersebut menurut Drajad bisa menguatkan kelas menengah.

Selanjutnya, ia pun menyarankan pemerintah berpikir ulang saat akan menerapkan kebijakan yang menambah beban bagi kelas menengah.

Misalnya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen yang rencananya diterapkan pada 2025.

Baca juga: Solusi Apindo untuk Atasi Jumlah Kelas Menengah yang Terus Menurun

Kemudian subsidi tarif KRL (commuterline) Jabodetabek yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang juga sedang dibahas pemerintah.

"Tolong ditinjau ulang. Itu bisa memberatkan pendapatan kelas menengah," kata Dradjad.

"Negara kan meminta rakyat untuk kreatif. Jadi negara juga harus kreatif untuk mencari sumber-sumber (pendapatan) lainnya," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, jumlah masyarakat tergolong kelas menengah mengalami penurunan.

Baca juga: Beban Pengeluaran Kelas Menengah yang Terus Melonjak, Terutama buat Transportasi

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk tergolong kelas menengah pada tahun 2024 mencapai 47,85 juta jiwa.

Jumlah masyarakat kelas menengah itu tercatat turun dari tahun 2023 yang mencapai 48,27 juta jiwa.

Adapun jumlah masyarakat kelas menengah tercatat terus menurun setiap tahunnya sejak 2019.

Tercatat jumlah penduduk kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa (21,45 persen) pada 2019, 53,83 juta jiwa (19,82 persen) pada 2021, 49,51 juta jiwa (18,06 persen) pada 2022, 48,27 juta jiwa (17,44 persen) pada 2023, dan 47,85 juta jiwa (17,13 persen) pada 2024.

Baca juga: Satu dari Tiga Penduduk Kelas Menengah Indonesia Adalah Gen Z dan Gen Alpha

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat