Menelusuri Jalur Karier Wirausaha
SEORANG wirausaha muda dengan bangga menuturkan kiprahnya menjual unit bisnis yang telah dirintis bertahun-tahun.
Sebuah kedai kopi yang sebelum pandemi melanda dunia, telah berhasil beranak pinak hingga 170 gerai di seluruh Indonesia.
Dengan berbagai pertimbangan, pada 2021 lalu, dilepas, dijual kepada investor baru yang tertarik melanjutkan bisnis tersebut.
Di masa sebelumnya, perusahaan yang telah mapan, dikenal oleh masyarakat, baru dialihkan kepada pemilik lain. Tentu, yang telah menghasilkan keuntungan. Bukan sedang mencari-cari model bisnis yang tepat, apalagi kinerja keuangannya masih merah alias merugi.
Di zaman kini, sebuah usaha, meski masih baru seumur jagung, belum mencapai kemapanan, apalagi meraih keuntungan, sah-sah saja dijual kepada pemilik baru, dengan asumsi memiliki prospek bagus di masa mendatang.
Maka, tidak perlu heran jika usaha rintisan, baru sekadar dikenal oleh publik, pendiri dan pemiliknya kini telah berganti, bahkan entah ada di mana.
Jauh sebelum itu, Jerome A. Katz (1995), Profesor manajemen di Universitas Saint Louis, Amerika Serikat, menganggap perusahaan milik wirausaha sebagai bagian dari jalur karier berkelanjutan.
Beralih ke bisnis lain atau keluar (exit) dari industri yang membesarkan adalah biasa. Ia mempelajari jalur karier wirausaha dan menemukan empat jenis utama wirausaha.
Pertama, disebut growth entrepreneurs. Mereka adalah wirausaha yang mengukur keberhasilan berdasarkan ukuran perusahaan. Mereka cenderung tidak memiliki rencana keluar karena selalu berusaha untuk menjadi lebih besar, lebih baik, dan lebih cepat.
Kedua, habitual entrepreneurs. Mereka adalah orang-orang yang gemar memulai bisnis. Tidak sedikit memulai serta menjalankan beberapa bisnis sekaligus.
Mereka cenderung tidak memiliki rencana untuk keluar karena selalu ada peluang baru dan terus menggeluti bisnis dengan sejumlah ekspansi dan pengembangan.
Ketiga, harvest entrepreneurs. Para wirausaha ini memulai dan membangun usaha dengan tujuan untuk menjualnya. Mereka membangun bisnis, tidak untuk seterusnya dikelola menjadi besar.
Jika dirasa telah pantas untuk dialihkan kepada pemilik lain dengan “harga” yang pantas, maka bisnis ini langsung dijual.
Bagi wirausaha jenis ini, membangun bisnis lebih “menarik” ketimbang “mengelola” bisnis yang telah berjalan.
"Seni" membangun dengan mengelola bisnis adalah berbeda. Tidak sedikit pemilik usaha ini akan memulai, membangun, dan memanen banyak perusahaan selama berkarier.
Terkini Lainnya
- Realisasi Investasi RI Capai Rp 1.261,4 Triliun, Disebut Sudah Lampaui Target Jokowi
- Impor Migas dan Non-migas Turun, Nilai Impor RI Pada September Jadi 18,82 Miliar Dollar AS
- MIND ID Target Capai Laba Bersih Rp 30 Triliun di 2024
- Rosan Yakin Kebakaran Smelter Freeport Tak Akan Ganggu Investasi Asing ke RI
- Jumlah Nasabah Jiwasraya yang Mau Ikut Restrukturisasi IFG Life Terus Bertambah
- Lewat “Mandiri Sahabat Desa”, Bank Mandiri Berdayakan Perempuan di Desa
- KAI Commuter Tingkatkan Standar Pelayanan di Stasiun Jurangmangu: Kolaborasi Sukses Publik-Swasta
- BEI Perpanjang Waktu Penerapan Rasio Free Float Minimum 10 Persen
- 4 Cara Mencari ATM BCA Terdekat
- Realisasi Investasi 10 Tahun Pemerintahan Jokowi Capai Rp 9.117,4 Triliun
- Eks Menkeu Fuad Bawazier Usul Ada Kementeriaan Penerimaan Negara di Pemerintahan Prabowo, Bukan Hanya Badan
- Blue Bird Gandeng BNI Sediakan Layanan QRIS di Armada Taksi
- Ditunjuk Prabowo Jadi Wamenkeu, Ternyata Anggito Abimanyu Pernah Gagal Jadi Wamenkeu SBY
- Sri Mulyani Bakal Dibantu 3 Wakil Menteri Keuangan di Kabinet Pemerintahan Prabowo
- Tingkatkan Kinerja Operasi, Berikut Langkah Subholding Gas Jaga Keandalan Pipa Minyak dan BBM
- Dukung Ekosistem Industri EV, Bank DBS Indonesia Jadi Bank Pertama yang Bergabung dengan AEML
- Sudah Ada Puluhan Perusahaan Siap Impor Jutaan Ekor Sapi untuk Makan Bergizi Gratis
- 6 Fungsi APBD Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003
- Kelas Menengah Rentan Turun Kelas, Pembatasan Pertalite Perlu Dipertimbangkan
- 6 Jenis Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Penjabarannya