pattonfanatic.com

Kepemimpinan Baru: Menghindari Jebakan Utang di Tengah Ambisi Politik

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih berikutnya Prabowo Subianto berjalan bersama di Ibu Kota Nusantara, Senin (12/8/2024). Hari Senin ini merupakan sidang kabinet perdana di IKN.
Lihat Foto

KEBERLANJUTAN fiskal adalah isu yang selalu relevan sepanjang sejarah dan akan terus menjadi tantangan utama dalam setiap transisi kepemimpinan nasional.

Setiap pergantian pemimpin membawa visi dan arah baru bagi bangsa. Namun kebijakan fiskal, dengan segala keterbatasan dan tanggung jawabnya, adalah pengingat bahwa perubahan politik harus berjalan seiring dengan keberlanjutan ekonomi.

Dalam konteks Indonesia, setiap transisi kepemimpinan selalu diiringi oleh ekspektasi perubahan kebijakan yang seringkali berorientasi pada janji-janji populis.

Akan tetapi, di balik euforia pergantian rezim, ada kenyataan pahit yang jarang dibahas secara terbuka: kebijakan fiskal yang tidak terencana dengan baik akan menghambat visi besar dari pemimpin manapun.

Di sinilah keberlanjutan fiskal menjadi landasan penting yang menentukan apakah perubahan yang dijanjikan dapat direalisasikan atau justru hanya menjadi ilusi di tengah badai ekonomi global.

Ambisi dan realitas

Setiap pemimpin baru di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun daerah, menghadapi dilema besar: bagaimana memenuhi janji politik yang ambisius tanpa memperburuk kondisi fiskal negara?

RAPBN 2025 mencerminkan ketegangan ini, dengan proyeksi optimistis mengenai pertumbuhan ekonomi yang dihadapkan pada kenyataan keterbatasan anggaran.

Pemimpin baru sering kali didorong untuk meluncurkan proyek-proyek infrastruktur besar demi menunjukkan pencapaian cepat.

Namun kondisi fiskal terbatas, terutama dengan utang publik yang sudah mencapai lebih dari 40 persen PDB pada 2024, memaksa kebijakan lebih hati-hati.

Pemilihan antara mendorong pertumbuhan melalui kebijakan fiskal ekspansif atau menjaga stabilitas fiskal seringkali menjadi pilihan sulit yang harus dihadapi.

Tekanan untuk menepati janji kampanye sering kali mendorong pemerintah baru mengambil kebijakan fiskal yang mengandalkan utang, baik melalui pinjaman luar negeri maupun penerbitan obligasi.

Meskipun ini memberikan solusi pembiayaan jangka pendek, beban utang yang semakin besar menambah tekanan fiskal di masa mendatang.

Pada 2024, pembayaran bunga utang sudah menghabiskan hampir 20 persen total pengeluaran negara, yang menandakan bahwa tanpa reformasi dalam pengelolaan utang, keberlanjutan fiskal akan semakin terancam.

Ambisi politik yang tidak didukung strategi fiskal yang kuat justru menempatkan ekonomi negara dalam posisi rentan, di mana utang menjadi solusi sementara yang menunda masalah hingga pemerintahan berikutnya.

Lebih jauh, ketergantungan pada kebijakan fiskal ekspansif juga menciptakan ilusi pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat