pattonfanatic.com

Soal Skema Sewa Jaringan Listrik Usulan Kementerian ESDM, Jadi Peluang atau Tantangan Baru?

Ilustrasi jaringan listrik PLN.
Lihat Foto

JAKARTA, – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan skema sewa jaringan listrik dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Skema ini mendapatkan perhatian luas, terutama dari Serikat Pekerja PLN.

Pada pertemuan dengan media di Jakarta, Senin (9/9/2024) lalu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa skema sewa jaringan ini bukan merupakan bentuk liberalisasi pasar listrik. Melainkan, upaya mengoptimalkan distribusi energi terbarukan dengan harga lebih terjangkau.

Menurut Eniya, skema yang juga dikenal sebagai Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) tersebut memungkinkan pembangkit listrik energi terbarukan dari pihak swasta menyewa jaringan PLN untuk menyalurkan listrik ke wilayah industri lain.

Baca juga: Persatuan Insinyur: Jaringan Listrik RI Paling Kompleks di Dunia

Namun, skema ini tidak mengizinkan swasta untuk mendistribusikan listrik langsung ke konsumen rumah tangga, dan semua mekanisme harga sewa tetap diatur oleh pemerintah.

"Pasar bebas ke konsumen rumah tangga itu belum kita terapkan. Semua masih dikendalikan oleh pemerintah, dan harga transmisi juga diatur oleh negara," ujar Eniya, dikutip dari Antaranews, Senin (9/9/2024).

Merespons hal ini, Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Abrar Ali, menekankan perlunya kajian mendalam skema sewa jaringan.

Ia mengingatkan bahwa setiap skema yang mengurangi kekuasaan negara atas sektor strategis harus diperlakukan dengan sangat hati-hati, mengingat peraturan UUD 1945.

“Kami memahami niat baik dari skema ini, tetapi penting bagi kita semua untuk mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti energi listrik, harus tetap dikuasai oleh negara,” kata Abrar, melalui keterangan tertulis, Jumat (13/9/2024).

"Kami tetap menolak skema tersebut karena cacat secara hukum, konstitusi dan tidak berpihak pada ekonomi kerakyatan," tegasnya.

Baca juga: RUU EBT Tak Kunjung Rampung Bikin Wacana Power Wheeling Berkembang

Abrar mengungkapkan sejumlah tantangan dari aspek hukum, konstitusi, bisnis hingga sosial ekonomi yang muncul jika rencana sewa jaringan listrik tersebut terwujud.

Pertama, bahwa Mahkamah Konstitusi beberapa kali menegaskan bahwa pengaturan tenaga listrik untuk kepentingan publik harus tetap dipegang oleh BUMN, seperti halnya PLN.

Oleh karena itu, menurut Abrar, pemerintah harus mempertimbangkan risiko menyerahkan sektor strategis ini ke tangan yang bukan negara.

Selanjutnya, pihaknya berharap bahwa kebijakan ketenagalistrikan sendiri dapat berjalan dengan baik, serta memberikan manfaat yang optimal bagi negara dan masyarakat, tanpa mengurangi peran penting PLN sebagai pengelola utama sektor ketenagalistrikan.

Kemudian, Abrar juga mengingatkan dampak skema sewa jaringan listrik ini terhadap perekonomian dan masyarakat secara umum. Ia khawatir apabila pengaturan melalui mekanisme pasar bebas akan merugikan masyarakat, terutama yang rentan secara ekonomi.

“Kita harus memastikan bahwa skema ini tidak menguntungkan pihak swasta atau investor besar saja, tetapi juga tetap memberikan manfaat bagi masyarakat. Kebijakan energi tidak boleh melupakan kepentingan publik,” lanjut Abrar.

Baca juga: Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, Power Wheeling Akan Masuk

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat