pattonfanatic.com

Pemerintah Imbau Pengusaha RI Hati-hati Transaksi Perbankan dengan Bangladesh

PM Bangladesh dilaporkan mengundurkan diri dan lari ke India. Dalam foto yang diambil dan dirilis pada 25 Juli 2024 oleh Kantor Perdana Menteri Bangladesh, Perdana Menteri Sheikh Hasina berbicara kepada media di stasiun metro yang dirusak di Mirpur, setelah protes antikuota. Ribuan pengunjuk rasa Bangladesh menyerbu istana Perdana Menteri Sheikh Hasina di Dhaka pada 5 Agustus, setelah seorang sumber mengatakan kepada AFP bahwa dia telah melarikan diri dari demonstrasi massa yang menuntutnya untuk mundur.
Lihat Foto

JAKARTA, - Pemerintah melalui melalui Kementerian Perdagangan RI mengimbau para pengusaha Indonesia untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi perdagangan dengan pihak Bangladesh.

Imbauan ini dikeluarkan usai mundurnya Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina pada Senin (5/8/2024) lalu.

Informasi juga disampaikan Duta Besar RI Dhaka melalui surat Nomor B-00139/Dhaka/240822 perihal perkembangan situasi ekonomi Bangladesh pasca-mundurnya PM Sheikh dan antisipasi transaksi perbankan.

Baca juga: Melihat Dampak Pembatasan Ekspor Beras India, Bangladesh dan Rusia ke Indonesia

“Kami menyampaikan hal tersebut untuk mencegah kerugian yang dapat ditimbulkan dari transaksi perbankan dengan Bangladesh karena kondisi politik dan ekonomi saat ini,” ujar Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kemendag RI Iskandar Panjaitan dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat (13/9/2024).

Dalam surat yang disampaikan Dubes RI di Dhaka, Bangladesh sedang menghadapi krisis likuiditas. Kondisi ini diperburuk oleh pembatasan penarikan tunai dari bank sentral Bangladesh, yakni Bank Bangladesh.

Ditambah dengan inflasi yang mencapai 11,66 persen dan tekanan pada nilai tukar mata uang tertinggi dalam 12 tahun terakhir.

Sementara itu, dari sektor energi, Bangladesh Power Development Board (BPDB) sedang menghadapi beban utang sebesar BDT 45 ribu crore atau senilai USD 4 miliar.

Saat ini, Bank Bangladesh telah mengeluarkan instruksi kepada sembilan bank untuk tidak melayani pencairan cek yang melebihi BDT 200 ribu atau senilai 1.680 dollar AS.

Kesembilan bank tersebut antara lain Islami Bank Bangladesh, First Security Islami Bank, Social Islami Bank, Union Bank, Global Islami Bank, Bangladesh Commerce Bank, National Bank, Padma Bank, dan ICB Islami Bank.

Selain itu, Bank Bangladesh menetapkan batas penarikan uang tunai sebesar BDT 200 ribu atau senilai USD 1.680 per akun dalam satu hari. Hal ini sebagai pencegahan penggunaan uang tunai untuk tujuan ilegal.

Baca juga: Kredit Tumbuh Pesat, Likuiditas Perbankan Kian Ketat

Iskandar Panjaitan menyarankan sejumlah langkah antisipatif yang dapat dilakukan para pelaku usaha Indonesia.

Pertama, mendiversifikasi produk, terutama produk tahan lama (non-perishable), dan menggunakan mekanisme pembayaran yang aman untuk menghindari risiko gagal bayar atau penundaan pembayaran.

Kedua, menggunakan perlindungan finansial yang memadai dalam perjanjian transaksi ekspor dan impor serta penggunaan bank terpercaya dalam mekanisme transaksi atau pembayaran Letter of Credit (L/C).

Ketiga, apabila tetap menggunakan L/C, pelaku usaha Indonesia perlu memastikan penggunaan bank internasional terpercaya yang memiliki cabang di Bangladesh.

Keempat, untuk sektor energi, Kemendag mengimbau pelaku usaha Indonesia untuk menghentikan rencana transaksi atau kerja sama dengan BPDB yang saat ini sedang menunggak pembayaran kepada pihak swasta.

Selain itu, terdapat risiko terjadinya penundaan pembayaran kepada perusahaan Indonesia yang telah melakukan transaksi dalam mendukung kebutuhan energi di Bangladesh.

Baca juga: Tanda Daya Beli Lesu Kian Nyata, Perbankan Pede Kinerja Bisnis Tetap Moncer

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat