Sejarah Kelam Ekspor Pasir Laut: Pulau RI Hilang, Singapura Makin Luas
- Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), resmi membuka keran ekspor pasir laut. Sebelumnya, selama 20 tahun, mengapalkan pasir laut ke luar negeri adalah aktivitas ilegal.
Aktivitas melegalkan aktivitas pengerukan dan pengiriman pasir laut dari wilayah Indonesia untuk kemudian dijual ke luar negeri diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.
Kedua Permendag ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diteken Jokowi pada Juni 2023 lalu.
Dalam PP tersebut, Jokowi beralasan pengerukan pasir laut diperbolehkan dengan alasan pembersihan sedimentasi dan menjaga ekosistem. Pasir laut itu kemudian diizinkan untuk diekspor dengan syarat kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi.
Baca juga: Saat Jokowi Legalkan Ekspor Pasir Laut yang Sudah Dilarang 20 Tahun
Sejarah kelam ekspor pasir laut
Sejak era Presiden Megawati Soekarno Putri hingga Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik eksploitasi pasir laut maupun dengan alasan semacam pemanfaatan sedimentasi hasil keruk untuk diekspor adalah aktivitas ilegal.
Pengerukan pasir laut untuk dijual ke luar negeri kala itu jadi kontroversi. Ini karena aktivitas ini membuat kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Imbasnya, nelayan terpuruk karena hasil tangkapannya merosot.
Dampak yang lebih ekstrem lagi, ekspor pasir laut memicu tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat pasirnya dikeruk dan makin diperparah dengan abrasi setelahnya.
Dilansir dari Harian Kompas, salah satu daerah yang marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura.
Baca juga: Sah, RI Resmi Buka Keran Ekspor Pasir Laut usai 20 Tahun Dilarang
Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik.
Padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.
Pengerukan pasir secara besar-besaran untuk diekspor ke Singapura juga hampir membuat Pulau Nipa di Batam tenggelam karena abrasi. Padahal, pulau itu menjadi salah satu tolok ukur perbatasan Indonesia dengan Singapura.
Meskipun telah dilarang sejak 2003, ekspor pasir laut ke Singapura masih terus berlangsung secara ilegal setidaknya hingga 2012. Penyebabnya adalah harga pasir di Singapura lebih mahal dua kali lipat dari harga di dalam negeri.
Baca juga: Pengamat Ingatkan Dampak Lingkungan dari Ekspor Pasir Laut
Daratan Singapura makin luas
Dikutip dari laman Mothership, impor pasir luat dari Indonesia membuat Singapura untung berlipat. Luas daratan Singapura sebelum merdeka dari Malaysia adalah 578 kilometer persegi. Saat ini, luasnya sudah bertambah 719 kilometer alias sudah bertambah 25 persen lebih.
Kemudian melansir laman resmi National Library Board Singapore, reklamasi sejatinya sudah dilakukan jauh sebelum Singapura lepas dari Inggris dan Malaysia.
Aktivitas reklamasi sudah dilakukan di Singapura sejak era Kolonial Inggris, terutama di era Stamford Raffles. Kala itu, Inggris memulai reklamasi pertamanya dengan menguruk kawasan sekitar muara Singapore River pada tahun 1819.
Terkini Lainnya
- Utang Kian Bengkak, Lembaga Keuangan Internasional Pede Pemerintah Bisa Bayar
- PPN 12 Persen Demi Kerek Penerimaan Negara, ADB: Ada Cara Lain...
- Kemenhub Atur Mobilitas di Pelabuhan Penyeberangan Periode Nataru 2024/2025, Ini Rinciannya
- Prabowo Segera Teken Perpres Irigasi, Mentan: Paling Lambat Besok Ditandatangani
- Peringati Hari HAM, APRIL Group Tingkatkan Akses Kesehatan dan Pendidikan Anak-anak di Riau
- ATM Bersama Potongan Berapa?
- Bapanas: Perintah Presiden Prabowo, Petani-Nelayan Jangan Sampai Menderita karena Produk Tak Terserap
- Watsons Tebar Promo 12.12, Ada Diskon hingga 70 Persen dan Voucer Rp 120.000
- Waspada Penipuan dengan Modus Jual Murah Emas Antam
- Asosiasi Logistik Dukung Kenaikan UMP 2025: Bisa Sejahterakan Pekerja
- Mengenal Opsen Pajak Kendaraan Bermotor dan Perhitungannya
- Usai Merger dengan XL Axiata, Saham FREN Akan "Delisting" dari Bursa
- Penuhi Aturan "Free Float", Bank JTrust Bakal Rights Issue Tahun Depan
- Semarakkan Harbolnas 12.12, Telkom Beri Diskon Biaya Berlangganan Indibiz untuk UKM
- Kian Panjangnya Rentetan BPR "Gulung Tikar" pada 2024
- Mengenal Opsen Pajak Kendaraan Bermotor dan Perhitungannya
- Saat Jokowi Legalkan Ekspor Pasir Laut yang Sudah Dilarang 20 Tahun
- Pemerintah Imbau Pengusaha RI Hati-hati Transaksi Perbankan dengan Bangladesh
- Populasinya Tak Sampai 0,1 Persen, Mayoritas Uang di Bank Milik Orang "Super Kaya"
- Laporan Kearney: Indonesia Perlu Investasi 62 Miliar Dollar AS Per Tahun demi Mencapai Target NZE 2060
- Kementerian ESDM Kantongi Izin Bangun PLTS Apung di Waduk, Kapasitas hingga 14 GW