pattonfanatic.com

Hari Ketiga ISEW 2024, Bahas Tantangan Investasi dan Regulasi pada Proyek Energi Terbarukan

Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 hari ketiga membahas investasi dan regulasi sebagai tantangan yang perlu dijembatani antara pemerintah, Lembaga keuangan dan pelaku usaha untuk mengembangkan proyek EBT.
Lihat Foto

JAKARTA, - Hari ketiga Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 membahas investasi dan regulasi sebagai tantangan yang perlu dijembatani antara pemerintah, Lembaga keuangan dan pelaku usaha dalam mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan.

Dengan demikian, potensi energi terbarukan di Indonesia sebesar lebih dari 3.686 GW, berdasarkan data Kementerian ESDM, dapat dioptimalkan.

Project Lead CASE for Southeast Asia – GIZ Energy Programme Indonesia/ASEAN Deni Gumilang mengatakan bahwa upaya meyakinkan lembaga keuangan untuk berinvestasi bagi proyek-proyek energi terbarukan (EBT) di Indonesia jadi tantangan tersendiri. Sebab, proyek EBT dianggap sebagai investasi dengan risiko tinggi dengan jangka pengembalian yang cukup lama.

“Untuk membuka peluang-peluang investasi pada proyek energi terbarukan, Indonesia perlu menerapkan instrumen-instrumen de-risking terutama pada pengurangan risiko kebijakan yang sejalan dengan pengurangan risiko keuangan dalam meningkatkan peran pihak swasta," kata Deni, melalui keterangan pers, Jumat (13/9/2024).

Baca juga: Bank Mandiri Salurkan Rp 10,13 Triliun untuk Energi Terbarukan, Dukung Target Net Zero Emission 2060

Menurut Deni, investasi sektor swasta sangat penting untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris terutama di sektor energi, dengan 80-85 persen dari pembiayaan yang dibutuhkan diharapkan berasal dari pihak swasta tersebut.

"Sementara, pemerintah memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan kerangka kebijakan yang mengurangi risiko investasi tersebut,“ tambah Deni.

Berdasarkan laporan De-Risking Facilities for The Development of Indonesia’s Renewable Power Sector dari CASE pada 2022, terdapat sembilan instrumen yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko dari investasi pada proyek-proyek energi terbarukan.

Baca juga: Kapasitas Pembangkit Naik, tapi Bauran EBT Masih Lambat

Kesembilannya yakni jaminan proyek dan finansial, pinjaman berbasis kinerja, sekuritisasi aset, obligasi hijau, modal awal, hibah yang bisa dikonversi, agregasi asset, pembiayaan mezzanine dan kredit lunak. Instrumen-instrumen ini diharapkan dapat menarik pembiayaan dari berbagai investor bagi pengembang energi terbarukan di Indonesia.

Deni melanjutkan, meningkatnya pembiayaan berkelanjutan bagi proyek energi terbarukan di Indonesia akan mengubah suplai dan permintaan energi terbarukan, seiring menurunnya dependensi akan energi fosil untuk mencapai target penurunan emisi sesuai dengan peta jalan net zero emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.

Sehingga, meskipun secara nasional bauran energi terbarukan baru mencapai 13,1 persen pada 2023, pelaku usaha perlu terus mendukung NZE dengan bertransisi energi secara mandiri.

Baca juga: Belanda Mau Investasi Energi Terbarukan di RI Senilai Rp 10,16 Triliun

Tantangan dari sisi regulasi dan teknis

Kepala KADIN Energy Transition Task Force (KADIN ETTF) Antony Utomo, menyatakan bahwa peluang investasi untuk pengembangan energi terbarukan sangat besar.

Namun, tantangan-tantangan dari sisi regulasi, harga, persaingan dengan energi fosil yang disubsidi masih menghambat peluang tersebut.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami memiliki tiga inisiatif bagi pemilik usaha dalam mendukung sektor swasta untuk bertransisi energi yakni pengembangan industri hijau, peningkatan kapasitas manufaktur energi terbarukan dan mengembangkan sistem distribusi energi yang dapat diimplementasikan di daerah yang memiliki keterbatasan akses listrik,“ jelas Antony.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat