pattonfanatic.com

Alasan Sri Mulyani Pernah Naikkan Tukin Kemenkeu Hampir 300 Persen

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam peluncuran buku berjudul No Limits Reformasi dengan Hati pada Jumat (20/9/2024).
Lihat Foto

JAKARTA, - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menceritakan bagaimana reformasi yang dilakukan terkait dengan kenaikan tunjangan kinerja (tukin) pada awal kariernya di dalam Kementerian Keuangan pada 2005.

Hal tersebut diceritakan dalam peluncuran buku berjudul "No Limits Reformasi dengan Hati" pada Jumat (20/9/2024). Buku ini berisi tentang 20 tahun perjalanan karier Sri Mulyani di pemerintahan.

Ia menceritakan, kenaikan pendapatan ini juga dapat meminimalkan tindak korupsi dan meningkatkan kinerja pemerintahan. Waktu itu, pada penawaran pertama terdapat tiga skenario yang disodorkan ke Sri Mulyani oleh para birokrat yaitu kenaikan 30 persen, 40 persen, dan 60 persen.

Baca juga: Kala Airlangga Berkelakar soal Sinyal Sri Mulyani Jadi Menteri Keuangan Lagi...

"Waktu dilihat ini nomial awal, jadi berapa ini, lha kalau cuma segini saya tidak bisa minta banyak kerja benar juga, wong gajinya dua minggu sudah habis. Waktu itu saya bilang, tidak mau, naiknya lebih gede lagi," ujar dia.

Setelah itu, akhirnya disodorkan tiga skenario yang baru yaitu peningkatan sebesar 100 persen, 200 persen, 300 persen. Dari skenario yang diajukan tersebut, Sri Mulyani memilih kenaikan tunjangan kinerja hampir mencapai 300 persen.

"Artinya yang sekarang banyak diaplikasikan di birokrasi yang lain. Tapi premisnya adalah kalau mereka kerja perutnya belum tenang, mikirin anaknya sekolah tidak cukup segala macam. Ya, you cannot expect," imbuh dia.

Keputusan tersebut tentu mengundang banyak komentar masyarakat, terutama terkait kekhawatiran apakah hal tersebut akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau tidak.

Namun ternyata, uang tersebut memang ada dalam anggaran setiap kementerian dalam bentuk honor rapat, kunjungan, atau pertemuan. Sebelumnya, untuk bisa mendapatkan gaji setara dengan kenaikan tukin tersebut, pejabat diduga harus pura-pura membuat rapat atau kunjungan untuk bisa mendapat amplop.

"Birokrat itu seharusnya decent dan respectable. Udah lah kalau cara gajinya normal ya behaviour-nya normal. Kalau kita kaya argometer taksi ya mereka jadi kaya tukang taksi kerjanya," terang dia.

Sri Mulyani bahkan membandingkan, ketika menjabat sebagai Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia dengan gelar doktor, gaji yang diterima lebih besar dibandingkan seorang Direktorat Jenderal Pajak.

"Ini Dirjen Pajak kerjaannya luar biasa berat lho ini, kalau peneliti ini kan bukannya terus gampang, tapi ya mestinya kalau mereka dapat sekian, Dirjen Pajak yang tanggung jawabnya menentukan republik segini ya harusnya diberi yang levelnya decent," ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Kisah Sri Mulyani Hadapi Ancaman Krisis Keuangan akibat Dampak Pandemi Covid-19

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat