pattonfanatic.com

Mengurai Polemik Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak

Ilustrasi membangun rumah
Lihat Foto

PENGENAAN pajak atas kegiatan membangun rumah sendiri menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Di laman Tren (14/9/2024), artikel tersebut bahkan menjadi salah satu yang paling banyak memperoleh perhatian pembaca.

Beredar informasi bahwa membangun rumah sendiri akan dikenakan pajak sebesar 2,4 persen mulai 2025. Pernyataan tersebut memang benar, namun terdapat sejumlah miskonsepsi yang penting diluruskan.

Poin pertama, pengenaan pajak ketika membangun rumah sendiri sebenarnya bukan kebijakan baru. Kewajiban pajak ini sudah ada sejak 1995 dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) No. 595/KMK.04/1994.

Keputusan yang ditandatangani mendiang Mar’ie Muhammad itu menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang dijalankan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Dalam Amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1994, muncul pasal baru yang menetapkan orang pribadi dan badan usaha yang membangun sendiri bangunan tanpa menggunakan jasa kontraktor akan dikenakan PPN.

Kewajiban ini berlaku bagi bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha.

Jadi, pajak ini sebenarnya tidak spesifik hanya untuk membangun rumah saja. Bangunan untuk aktivitas usaha, seperti gedung perkantoran dan gudang, juga dikenai kewajiban PPN yang sama.

Poin kedua, tidak semua rumah yang dibangun sendiri akan dikenai PPN. Peraturan Menteri Keuangan menetapkan ada batasan luas bangunan yang baru akan dikenakan pajak ketika dibangun sendiri.

Ketika mulai berlaku pada 1995, ditetapkan bahwa PPN baru dikenakan apabila luas bangunannya 400 meter persegi atau lebih. Namun, sejak Juli 2002, batas tersebut diturunkan menjadi 200 meter persegi. Batasan luas ini berlaku hingga sekarang.

Sebagai contoh, pembangunan rumah seluas 190 meter persegi tanpa jasa kontraktor tidak akan dikenakan PPN. Namun, jika luas rumahnya 200 meter persegi atau lebih, PPN akan dikenakan.

Perlu ditekankan bahwa dasar perhitungannya adalah luas bangunan, bukan keseluruhan luas tanah atau lahannya. Misalnya, rumah seluas 150 meter persegi yang dibangun di atas lahan seluas 250 meter persegi tetap tidak akan dikenakan PPN.

Untuk bangunan bertingkat, luas bangunan dihitung dari total luas seluruh lantai, bukan hanya lantai dasarnya saja. Misalnya, untuk bangunan dua tingkat dengan luas masing-masing lantai 150 dan 100 meter persegi, luas bangunannya adalah 250 meter persegi.

Penetapan batas minimum ini ditujukan agar pengenaan pajaknya bersifat progresif dan melindungi masyarakat kecil. Hal ini karena rumah dan bangunan yang luasnya melebihi 200 meter persegi umumnya dimiliki oleh masyarakat kelas atas.

Di Jakarta, misalnya, hanya 1 dari 8 rumah tangga yang memiliki hunian dengan luas melebihi 150 meter persegi. Sedangkan di Jawa Barat, jumlahnya hanya 1 dari 15 rumah tangga.

Pada tingkat nasional, Badan Pusat Statistik mencatat hanya 8,57 persen keluarga yang tinggal di rumah dengan luas melebihi 150 meter persegi. Sementara itu, 76 persen keluarga tinggal di rumah yang luasnya tidak melebihi 100 meter persegi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat