Waspada, Maskapai Penerbangan Bangkrut Melebihi Sritex
AKHIR-akhir ini, kita dikejutkan berita tentang raksasa bisnis tekstil Indonesia, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang mengalami pailit karena mempunyai utang sebesar Rp 25 triliun.
Pabrik textil terbesar se-Asia Tenggara ini juga membukukan kerugian sebesar Rp 421 miliar pada semester I tahun 2024.
Presiden Prabowo Subianto sampai memerintahkan empat kementerian, yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja untuk segera menangani masalah ini, jangan sampai menjadi lebih buruk mengingat Sritex mempunyai karyawan sekitar 50.000 orang.
Namun tahukah Anda, ada sektor bisnis yang saat ini kondisinya juga tidak baik-baik saja. Jika dibiarkan, maka kondisi dan dampaknya akan lebih parah daripada Sritex. Sektor bisnis tersebut adalah bisnis penerbangan.
Parah dan kronis
Ibarat orang sakit, bisnis penerbangan nasional sudah parah dan kronis. Hal ini bahkan sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19.
Dapat diketahui dari tahun 2017-2018, di mana pada tahun itu maskapai sebagai aktor utama pada bisnis penerbangan mengalami kerugian yang sangat besar.
Misalnya, dari laporan keuangan Garuda Indonesia Group tahun 2018 yang menyatakan kerugian bersih sebesar 175,02 juta dollar AS atau sekira Rp 2,63 triliun. Begitu juga maskapai Indonesia AirAsia yang rugi hingga Rp 907 miliar.
Garuda dan AirAsia adalah dua perusahaan terbuka sehingga laporan keuangannya dapat dilihat publik.
Maskapai lain walaupun laporan keuangannya tidak terbuka, sebenarnya nasibnya juga sama saja.
Misalnya, Sriwijaya Air Group pada 2018 mengumumkan jumlah utangnya sebesar Rp 2,46 triliun. Maskapai ini kemudian bergabung secara operasional dengan Garuda Group agar terhindar dari bangkrut.
Untuk menghindari kerugian, pada 2019, maskapai nasional mencoba mengumpulkan pendapatan dengan menaikkan harga tiket.
Namun baru setahun, ibarat duit belum kumpul, maskapai kemudian dihantam pandemi Covid-19 sampai 2022, yang membuat operasional mereka turun hingga tinggal 30-40 persen. Tentu saja keuangan mereka juga turun drastis lagi.
Pada 2024, kita lagi-lagi dikejutkan dengan berita bahwa maskapai-maskapai kita mengalami jumlah kerugian yang fantastis.
Indonesia AirAsia mengumumkan bahwa pada semester 1 (Januari – Juni) tahun 2024 ini menderita kerugian sampai Rp 1,29 triliun, naik 644 persen dibanding periode tahun sebelumnya.
Begitupun Garuda Indonesia rugi Rp 1,54 triliun atau naik 33 persen dari tahun sebelumnya.
Terkini Lainnya
- Tips Memilih Investasi yang Aman dan Menguntungkan untuk Pemula
- Zulhas Targetkan RI Tak Impor Garam Industri pada 2027
- Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Bank Mandiri Genjot KUR untuk Sektor Pangan
- Khawatirkan Tingginya Suku Bunga AS, Ini Antisipasi Pemerintah Indonesia
- Bank Emas Pertama RI Ditarget Beroperasi pada Semester I 2025
- Perkara Fundamental Sebelum Mendirikan Superholding BUMN
- Waspada Modus Penipuan Kartu Fisik DANA, Begini Langkah Aman yang Harus Dilakukan
- Menpan-RB Beri Isyarat CPNS Kembali Digelar pada 2025
- Menpan-RB Ungkap Banyak Oknum ASN Terlibat Judol dan Pinjol
- Cara Tarik Tunai DANA di Indomaret
- Menpan-RB Tunggu Arahan Prabowo soal Pemindahan ASN ke IKN
- 2 Cara Tarik Tunai BCA Tanpa Kartu di Indomaret Modal HP
- Hanggar Baru FL Technics Indonesia di Bali Raih Sertifikasi FAA, Siap Genjot Layanan MRO Internasional
- 2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA di ATM Modal HP Antiribet
- Masa Depan Cerah Investasi Emas: Peluang di Era Ketidakpastian
- Kemendag Sebut Belum Ada Perusahaan yang Ajukan Ekspor Pasir Laut
- Mengenal BP Investasi Danantara, Badan Baru yang Akan Diluncurkan 8 November 2024
- BIKE Bakal Perluas Peneterasi Sepeda Motor Listrik di Indonesia
- Menteri Perumahan Ingin Presiden Prabowo Bagi-bagi Rumah
- Wamentan Proyeksikan Program Cetak Sawah 3 Juta Hektar Bakal Jamin Pasokan Pangan hingga 80 Tahun ke Depan