Sebelum Bermimpi Menguasai Kendaraan Listrik
AMBISI untuk menguasai industri baterai dan untuk membangun ekosistem kendaraan listrik semakin meninggi di saat popularitas kendaraan listrik (electric vehicle) kian meluas.
China memulainya sejak 20 tahunan lalu, meskipun sudah memproduksi Lithium sejak tahun 1930-an di Xinjiang, sebagai alat pembayaran utang ke Uni Soviet. Kala itu, Lithium masih digunakan oleh Uni Soviet untuk produk kaca dan keramik.
Industri baterai untuk EV di China tidak berbasiskan nikel, tapi Lithium, di mana supply chain-nya berasal dari banyak lokasi, selain dari domestik (Xinjiang), mulai dari Chile sampai Australia.
Namun, China menempuh cara akuisisi dan merger dalam menguasai rantai pasok Lithium, sebagai salah satu strategi “going out” untuk memuluskan proses industrialisasi domestik di satu sisi dan melebarkan pengaruh geopolitik serta geoekonomi China di sisi lain.
Hal itu bisa terwujud karena China memiliki foreign exchange reserves (devisa) yang sangat berlimpah sejak awal tahun 2000-an.
Pada mulanya, sasaran utama industri baterai di China adalah untuk sepeda listrik, lalu barang elektronik seperti ponsel dan laptop, sebelum akhirnya menjalar kepada kendaraan roda dua, roda empat, dan moda transportasi lainnya (yang kemudian membutuhkan tambahan nikel).
Namun, langkah pertama yang dilakukan China bukanlah mengeksploitasi komoditas Lithium yang ada di ranah domestik, tapi justru berinovasi untuk menghasilkan teknologi dan proses pengolahan metal yang akan menjadi landasan utama ekosistem baterai dan kendaraan listrik hari ini.
Jadi sangat bisa dipahami mengapa China menguasai teknologi dan industri (refinary) baterai sekaligus kendaraan listrik, yang bahkan belum dimiliki oleh banyak negara lain.
China bisa mengalahkan Amerika Serikat dan Eropa dalam bidang kendaraan listrik karena sangat memahami tidak akan pernah mampu menyaingi Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa untuk mobil konvensional berbasiskan Internal Combustion Engine (ICE/berbasiskan bahan bakar minyak).
Karena itu, China berusaha untuk terdepan dalam menyiapkan landasan industri dan teknologi untuk menghasilkan segala sesuatu terkait kendaraan listrik, yang belum terlalu diprioritaskan untuk dikembangkan di negara maju 20 tahunan lalu.
Sebenarnya China tidak bisa berdiri sendiri dalam bidang tersebut. China bergantung pada Chile dan Australia atas Lithium, pada Kongo atas Cobalt.
Lalu pada Amerika Serikat, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan Belanda atas Microchip, serta Indonesia, Rusia, Australia atas Nikel, dan seterusnya.
Namun, dengan menguasai teknologi dan industrinya, maka China bisa menghasilkan baterai dengan harga jauh lebih kompetitif, yang membuat BYD bisa menjadi pemain mobil listrik kelas wahid hari ini.
Bahkan tahun lalu, BYD berhasil melampaui Tesla dalam hal penjualan kendaraan listrik.
Di balik itu, China juga telah berinvestasi sangat banyak untuk pengembangan teknologi, peningkatan kualitas SDM, inisiasi berbagai inovasi produk dan proses, dan berbagai bauran kebijakan untuk mendukung penguasaan supply chain dan ekosistem baterai kendaraan listrik.
Terkini Lainnya
- 5 Keterampilan dengan Potensi Penghasilan Tinggi di 2025
- Cara Mudah Migrasi ke BYOND by BSI untuk Nasabah Lama
- Dukung Makan Bergizi Gratis, Kementan Targetkan Impor 200.000 Sapi Perah pada 2025
- Libur Nataru, InJourney Proyeksi Okupansi Hotel di Bali Capai 84 Persen
- Tips Menyusun Anggaran Bulanan Keluarga untuk Keuangan yang Sehat
- Mengenal Manfaat Investasi Reksadana bagi Pemula
- Bluebird dan Rekosistem Kerja Sama Kurangi Emisi Karbon
- Kementan Proyeksikan Impor 2 Juta Sapi hingga 2029
- SRC Komitmen Bantu Pemerintah Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi
- Jumlah Kementerian Bertambah, Anggaran Belanja Bakal Membengkak
- Catat, Maskapai Lion Air dan Super Air Jet Pindah Terminal di Soetta
- Bagaimana Peluang dan Tantangan Industri Otomotif di Indonesia?
- Kementan Usulkan 21 Lokasi Jadi Proyek Strategis Nasional untuk Lahan Investasi Sapi
- Kolaborasi dengan Grab, Superbank Jadi Minta Pembayaran di Megahedon Festival 2024
- AQUA dan Dewan Masjid Indonesia Kolaborasi Dukung Pemberdayaan Umat
- ABM Investama Dapat Fasilitas Kredit 395 Juta Dollar AS dari Bank Mandiri
- PNM Layani 20,1 Juta Nasabah Ultra Mikro lewat Program Mekaar
- Rincian Tarif Listrik per kWh Berlaku November 2024
- Cara Daftar Face Recognition untuk Boarding Kereta di Access by KAI
- Kemenhub Tunda Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi