pattonfanatic.com

Soal UMP, Serikat Pekerja: Pemerintah Jangan Main-main dengan Konstitusi

Ilustrasi upah minimum provinsi atau UMP 2024. Daftar UMP terbaru di 38 provinsi Indonesia, yang menjadi gaji minimal untuk menjadi peserta Tapera.
Lihat Foto

JAKARTA, - Perwakilan sejumlah serikat pekerja memperingatkan pemerintah agar mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) terkait dengan perhitungan teknis upah minimum provinsi (UMP) 2025.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendengar informasi dari anggotanya yang duduk di Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) bahwa ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) soal UMP yang segera diterbitkan.

Berdasarkan informasi tersebut, permenaker akan terbit pada Selasa (5/11/2024). Informasi itu juga  menyebutkan bahwa di dalam permenaker yang akan terbit, besaran UMP 2025 nantinya tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Baca juga: Perwakilan Buruh Ingin Segera Temui Prabowo untuk Dorong Penetapan UMP Sesuai Putusan MK

Padahal, kata Andi Gani, dengan adanya putusan MK pada 31 Oktober 2024, maka PP Nomor 51 Tahun 2023 sudah tidak berlaku.

"Kami mendengar berita yang sangat kami percaya, bahwa ada permenaker yang akan dikeluarkan. Kami dengar mendadak sekali, besok akan dikeluarkan, itu menurut informasi yang kami terima, tidak sesuai dengan keputusan MK," ujar Andi Gani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/11/2024).

"Di sini saya mengingatkan kepada pemerintah, jangan coba-coba bermain-main mengenai konstitusi. Kami para buruh sangat jelas taat konstitusi. Kami mengajukan gugatan panjang sekali, 4 tahun, kita berjuang di jalanan, berjuang di Mahkamah Konstitusi, dan ternyata kita menangkan 21 pasal tersebut," tegasnya.

Andi Gani menekankan bahwa putusan MK langsung berlaku setelah diucapkan serta bersifat mengikat.

Sehingga menurut dia, tidak ada masa tunggu untuk merealisasikan UMP berdasarkan putusan itu.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal menyatakan bahwa putusan MK terhadap 21 pasal di UU Ciptaker langsung berlaku setelah diucapkan.

Tak terkecuali putusan yang terkait klaster ketenagakerjaan.

"Jadi, tidak ada tafsir terhadap isi norma hukum yang telah diputuskan oleh MK. Dengan demikian, 21 norma hukum di dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Kalau bahasa orang awam, (sudah) dicabut," ungkap Said Iqbal.

"Karena norma hukum di atasnya sudah dicabut dan tidak berkekuatan hukum tetap, berarti semua peraturan pemerintah dan peraturan menteri tidak berlaku. Khusus upah minimum, PP Nomor 51 Tahun 2023 juga tidak berlaku," tegasnya.

Dengan kata lain, penentuan UMP harus merujuk kepada norma hukum yang baru atau putusan MK.

Oleh karenanya, serikat buruh kembali menegaskan bahwa PP Nomor 23 Tahun 2023 sudah tidak berlaku.

Said Iqbal melanjutkan bahwa kenaikan UMP harus diperhitungkan berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Said Iqbal mengingatkan bahwa indeks tertentu tidak boleh ditetapkan secara mandiri oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker).

"Harus dilakukan survei oleh Dewan Pengupahan, baru (mempertimbangkan) proporsionalitas, tidak boleh menteri yang melakukan (penetapan sendiri)," tambah Said Iqbal.

Diketahui bahwa UU Ciptaker telah melenyapkan penjelasan mengenai komponen hidup layak pada pasal soal penghasilan/upah yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

"Berkenaan dengan norma baru tersebut, menurut Mahkamah tetap diperlukan adanya penjelasan maksud ‘penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ karena penjelasan tersebut merupakan bagian penting dalam pengupahan," terang Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Baca juga: Menaker Ingatkan UMP 2025 Harus Ditetapkan Paling Lambat 21 November 2024

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat