Ini Tantangan Perusahaan RI Terapkan "Assurance" pada Laporan Keberlanjutan
JAKARTA, - Seiring meningkatnya perhatian pada pelaporan keberlanjutan di Indonesia, kebutuhan untuk menerapkan assurance atau jaminan kualitas pada laporan keberlanjutan semakin penting.
Kebijakan OJK melalui Surat Edaran Nomor 16/SEOJK.04/2021 kini mewajibkan perusahaan publik menyusun laporan keberlanjutan yang mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Namun, meskipun manfaat assurance sudah cukup jelas, perusahaan masih menghadapi berbagai tantangan dalam menerapkannya.
Angela Simatupang, Head of Governance Risk Control & Technology Consulting di RSM Indonesia, menjelaskan sejumlah hambatan yang dihadapi perusahaan di Indonesia dalam menjalankan assurance pada laporan keberlanjutan serta memberi panduan untuk mengatasinya.
Apa saja hambatannya dan apa tips untuk mengatasinya? Simak penjelasan Angela berikut ini.
Baca juga: Susun Laporan Keberlanjutan, Jasa Marga Cari Topik Sesuai Standar GRI
1. Tantangan: Kurangnya Kesadaran Internal akan Manfaat Assurance
Banyak perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memahami manfaat jangka panjang dari assurance. Kredibilitas dan kepercayaan pemangku kepentingan yang dihasilkan dari assurance dianggap sebagai manfaat jangka panjang, bukan hasil instan yang langsung terasa.
“Manfaat seperti kredibilitas dan kepercayaan pemangku kepentingan adalah sesuatu yang dibangun dalam jangka panjang dan bukan manfaat yang langsung saat ini dirasakan, sehingga assurance belum menjadi prioritas,” jelas Angela, melalui keterangan pers, Jumat (8/11/2024).
Bagaimana menghadapinya? Menurut Angela, edukasi internal sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang manfaat assurance. Mengadakan sesi pelatihan atau diskusi dengan pakar assurance dapat membantu memperjelas manfaat strategis assurance sebagai bagian dari upaya membangun citra dan kepercayaan perusahaan.
Baca juga: Luncurkan Laporan Keberlanjutan 2023, Berikut Capaian APRIL Dukung SDGs
2. Tantangan: Biaya Tambahan untuk Assurance
Biaya untuk menjalankan assurance kerap kali cukup tinggi, terutama bagi perusahaan menengah dan kecil. Tanpa adanya kewajiban hukum yang kuat, beberapa perusahaan masih enggan untuk mengalokasikan anggaran untuk kegiatan assurance ini.
“Karena manfaatnya lebih terasa dalam jangka panjang, assurance belum menjadi prioritas bagi perusahaan yang masih berfokus pada biaya langsung,” ungkap Angela.
Untuk itu, perusahaan dapat mengatasi tantangan ini dengan mengalokasikan anggaran secara bertahap dan memulai dengan lingkup assurance yang terbatas pada aspek-aspek paling penting dari laporan keberlanjutan.
Selain itu, bekerja sama dengan penyedia layanan assurance berpengalaman dapat membantu perusahaan menyesuaikan biaya dengan kebutuhan khusus mereka.
Baca juga: Laporan Keberlanjutan Punya Peran Penting buat PerusahaanBaca juga: Laporan Keberlanjutan Punya Peran Penting buat Perusahaan
3. Tantangan: Standar Assurance yang Belum Seragam
Di Indonesia, standar regulasi untuk assurance belum sekuat yang diterapkan di negara lain. Afrika Selatan dan Inggris, misalnya, memiliki regulasi yang jelas mengharuskan adanya assurance pada laporan keberlanjutan.
“Indonesia bisa belajar dari praktik ini dengan menerapkan aturan yang jelas, yang mengamanatkan pelaporan keberlanjutan dan mendorong atau mewajibkan adanya assurance agar dapat mendorong adopsi,” saran Angela.
Meski belum ada standar assurance yang seragam, perusahaan dapat mulai dengan mengadopsi praktik terbaik dari standar internasional seperti Global Reporting Initiative (GRI) dan mengikuti standar yang diadopsi negara-negara dengan regulasi yang lebih ketat.
Menurut Angela, mengadopsi kerangka standar ini dapat membantu meningkatkan kredibilitas di mata investor dan pemangku kepentingan internasional.
Terkini Lainnya
- Korsel dan Suriah Memanas, Airlangga: Kita Harus Ambil Kesempatan Emas Ini...
- Antusiasme Usaha Bullion, OJK: Cukup Ada, Meskipun Tidak Banyak
- Elektrifikasi Transportasi, Kunci Indonesia Capai Nol Emisi Karbon 2060
- Kamar Dagang Uni Eropa Sebut Birokrasi Masih Jadi Kendala Investasi di Indonesia
- Ada Gejolak di Suriah, Pertamina Pastikan Operasional Kapal Tanker Minyak Aman
- Tingkatkan Daya Saing, Pertagas Integrasikan Teknologi Digital
- KAI Siapkan 40.782 Perjalanan Kereta Selama Nataru 2024/2025
- Rincian Kenaikan PPN untuk Barang Mewah akan Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan
- Prabowo: Upah Minimun 2025 Sudah Pertimbangkan Faktor Pertumbuhan Ekonomi
- OJK Sebut BSI dan Pegadaian Paling Siap Jalankan Kegiatan Usaha Bullion
- Jadwal KA BIAS Terbaru Rute Solo-Madiun (PP)
- Kebutuhan Beras 2025 Diproyeksi 31 Juta Ton, Zulhas: Kalau Tak Ada Halangan, Kita Tak Akan Impor
- KAI Bakal Cantumkan Informasi Karbon Kredit di e-Boarding Pass Penumpang Untuk Periode Nataru
- Survei BI: Masyarakat Makin Optimistis dengan Kondisi Ekonomi Indonesia
- Platform Tokenisasi Properti GORO Masuk "Regulatory Sandbox" OJK
- PNM Kembali Buka Unit Mekaar di Wilayah 3T
- Erick Thohir Setuju Bulog Tak Lagi BUMN, Sudah Dibicarakan dengan Prabowo
- Trump Menang Pilpres AS 2024, Rupiah Berpotensi Tembus Rp 16.000
- Djoko Siswanto Dilantik Jadi Kepala SKK Migas Gantikan Dwi Soetjipto
- Moratorium Kenaikan Tarif Cukai Penting untuk Jaga Kelangsungan Industri Tembakau