pattonfanatic.com

Antisipasi Prediksi Turunnya Produksi Beras di 2030

Foto udara jalan usaha tani yang dibangun dengan menggunakan beton membentang di kawasan pertanian di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (25/2/2024). Pembangunan jalan di kawasan produksi  pertanian tersebut untuk memudahkan akses petani serta distribusi hasil pertanian.
Lihat Foto

DALAM acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Bali beberapa waktu lalu, Bank Dunia menyampaikan prediksi turunnya produksi beras Indonesia pada 2030, yang disebabkan perubahan iklim, yaitu adanya iklim esktrem.

Perubahan iklim akan berdampak pada kekeringan dan kekurangan sumber air. Debit aliran sungai akan menyusut sebagai konsekuensi berkurangnya hujan.

Embung, waduk, danau, dan berbagai badan air mengalami penurunan muka air sehingga ketersediaan cadangan air untuk pertanian berkurang dan potensi air tanah menyusut sebagai dampak dari turunnya muka air tanah.

Perubahan iklim akan membawa dampak negatif terhadap lahan pertanian, mengganggu produktivitas dan berperan terhadap meningkatnya penyakit pada tanaman dan serangkaian serangan hama.

Pernyataan Bank Dunia yang disampaikan Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Carolyn Turk, perlu mendapat perhatian dan dicermati secara serius. Masih ada waktu untuk berbenah, mengantisipasi agar prediksi tersebut tidak betul-betul terjadi.

Kebutuhan air untuk pertanian perlu dikelola dari hulu ke hilir. Tutupan lahan hutan dan vegetasi rapat di bagian hulu dari daerah aliran sungai (DAS) perlu dipertahankan, dikonservasi, dan dicegah dari terjadinya alih fungsi lahan.

Kawasan hulu yang terjaga merupakan kunci ketersediaan sumber daya air di bagian tengah dan hilir.

Informasi geospasial berupa peta tutupan lahan berperan penting untuk membantu mengetahui kondisi DAS yang baik. Peta tutupan lahan memberikan informasi tutupan vegetasi dan nonvegetasi dalam suatu kawasan.

Kawasan hutan dan vegetasi rapat akan memberikan kesempatan air hujan untuk meresap ke dalam tanah dan digunakan sebagai cadangan air tanah dalam kurun waktu lama, terutama pada musim kemarau.

Sedangkan air hujan yang mengalir menjadi aliran permukaan (surface run off) perlu dikelola. Perlu ditampung dalam embung, waduk, bendungan dan badan air lainnya. Air yang ditampung ini dipergunakan saat krisis air terjadi, saat kemarau panjang terjadi.

Perbaikan dan penguatan embung dan badan air lainnya perlu dilakukan. Pendangkalan akibat sedimentasi perlu dicegah agar kapasitas embung menjadi lebih optimal.

Bila perlu dilakukan analisis kewilayahan dan analisis jaringan spasial menggunakan peta kontur, peta jaring-jaring sungai dan peta karakteristik tanah untuk melihat proses erosi, transport sediment dan sebagai bagian dari perencanaan perawatan embung dan badan air.

Data curah hujan dalam durasi puluhan tahun dapat dianalisis untuk mengetahui tren curah hujan pada suatu DAS, instrumen pengukuran perlu dikelola dengan baik, dan sistem monitoring dioptimalkan agar dapat diprediksi besaran curah hujan pada suatu wilayah yang dapat ditampung untuk keperluan irigasi.

Daerah-daerah yang mengalami kekeringan ekstrem perlu dilihat potensi air tanahnya. Pada daerah dengan karakteristik batuan karst dan batuan gamping, bisa jadi terdapat cadangan air bawah tanah dalam bentuk sistem sungai bawah tanah.

Potensinya perlu dihitung, ketersediaan cadangan dan pemanfaatannya dapat dikalkulasi dengan neraca sumber daya air. Sehingga cadangan air sungai bawah tanah dapat tetap dimanfaatkan meskipun dalam kondisi kekeringan ekstrem.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat