Rupiah, Trump, dan Proyeksinya
DONALD Trump telah memastikan kemenangan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2024. Trump menyapu bersih beberapa negara bagian penting di AS dengan mengamankan 295 suara electoral college (data per 8/11).
Kandidat dari Partai Republik itu menyingkirkan peluang pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris.
Apabila berjalan sesuai prediksi, Trump akan kembali ke Gedung Putih pada 20 Januari 2025, untuk menjabat masa jabatan kedua.
Shahmi (2024) pada kolom opini (8/11) berpandangan bahwa Trump selama menjabat sebelumnya dikenal sebagai pemimpin dengan sifat proteksionis yang kuat. Trump menempatkan kepentingan Amerika di atas segalanya, atau dengan slogannya “Make America Great Again”.
Kebijakan fiskal Trump tentunya akan memengaruhi perekonomian global, mengingat peran dollar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
Dampaknya, nilai tukar dollar AS kian meningkat, sehingga memperburuk inflasi di negara-negara berkembang yang bergantung pada dollar AS untuk perdagangan internasional.
Selain penguatan dollar AS tersebut, kemungkinan berlanjutnya perang dagang antara AS – China serta tetap tingginya suku bunga acuan bank sentral AS atau The Fed (higher for longer) tampaknya mungkin akan terjadi pada tahun mendatang.
Rupiah memang sempat terkoreksi pada minggu lalu, sesaat setelah Pilpres di AS lalu muncul prediksi Trump memenangi kontestasi ini.
Tidak sendirian, mata uang kawasan Asia lainnya, seperti dollar Singapura dan baht Thailand juga terkena imbasnya. Penurunan keduanya secara angka lebih tajam dibanding rupiah.
Saat ini, rupiah berangsur-angsur kembali menguat karena pada dasarnya fundamental makroekonomi Indonesia tetap terjaga.
Selain itu, faktor Bank Indonesia (BI) yang selalu memantau kondisi pasar, serta melakukan operasi moneter dengan takaran yang pas apabila diperlukan.
Namun, bagaimana proyeksi kedepannya?
Jaga stabilitas rupiah
Sebenarnya BI telah mengantisipasi hal ini. Pada medio Oktober (15-16/10) lalu, salah satu hasil keputusan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) berfokus pada kebijakan moneter jangka pendek.
Yakni dengan stabilitasi nilai tukar rupiah akibat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global yang disebabkan eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Dinamika hasil Pilpres AS tentunya masuk dalam radar perumusan keputusan BI tersebut.
Nah, berdasarkan RDG tersebut, beberapa racikan kebijakan moneter untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah dilakukan berbagai cara.
Terkini Lainnya
- Serangan Siber Mengintai, Lindungi Data Perusahaan dengan Penggunaan Peranti yang Tepat
- UMP Sumut 2025 Naik Jadi Rp 2,9 Juta Berlaku 1 Januari
- Pendaftaran Mudik Gratis Nataru Kemenhub Dibuka, Ini Cara Daftarnya
- WeNetwork Dorong Transformasi Kepemimpinan untuk Indonesia Emas
- Pupuk Kaltim Dukung Pelestarian Ekosistem Perairan
- OJK: Penerapan Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor Masih Tunggu Peraturan Pemerintah
- Vietnam Turunkan PPN Jadi 8 Persen, Menko Airlangga: Beda Negara, Beda Kebijakan...
- Periode Libur Nataru, Pelabuhan Penyeberangan Terapkan Skema Khusus
- OJK Sebut PPN 12 Persen Bakal Pengaruhi Daya Beli Masyarakat
- Nikmati Gaya Hidup Lebih Mudah, Ini Cara Apply Kartu Kredit Online lewat myBCA
- Digempur Risiko Geopolitik Global, OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil
- Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi 71,83 Dollar AS Per Barrel
- BPKH Catatkan Pencapaian Signifikan Selama Tujuh Tahun Beroperasi
- Apa Kabar Rupiah Digital? Ini Perkembangannya Menurut BI
- KCI Prediksi Penumpang Commuter Line Tembus 19,4 Juta Orang Selama Nataru 2024/2025
- Antisipasi Prediksi Turunnya Produksi Beras di 2030
- Sebut Bandara Bali Utara Sudah Punya Kajian, Menteri PU: Tinggal Nanti Keputusan Pak Prabowo
- Hashim: Pemerintahan Prabowo Siapkan Program 100 Gigawatt Energi Baru
- [POPULER MONEY] Indonesia-China Sepakati Proyek Pendanaan Makan Siang Gratis | Kereta Api yang Sudah Pakai Rangkaian New Generation
- Apa Saja Kereta Ekonomi yang Sudah Pakai Rangkaian New Generation?