pattonfanatic.com

BPJS Kesehatan Diprediksi Defisit Rp 20 Triliun, Dirut Ungkap Penyebabnya

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa meskipun terdapat risiko defisit, kondisi aset neto BPJS Kesehatan saat ini masih berada dalam kondisi sehat dan cukup untuk menjamin kelancaran pembayaran kepada rumah sakit pada 2025.
Lihat Foto

JAKARTA, - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diprediksi mengalami defisit sekitar Rp 20 triliun pada 2024.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, defisit BPJS Kesehatan diakibatkan naiknya utilitas.

“Yang bikin defisit tentu utilisasi, karena utilisasi itu meningkat. Dulu cuma 252.000 sehari, sekarang 1,7 juta sehari. Melompatnya berapa? Kalau utilisasi kami kan harus bayar,” kata Ali Ghufron usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).

Baca juga: BPJS Kesehatan Jamin Pembayaran Rumah Sakit Aman Meski Ada Risiko Defisit

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti. Dok. BPJS Kesehatan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.

Namun demikian, Ali Ghufron memastikan aset neto atau aset bersih masih sehat. Ia memastikan BPJS Kesehatan lancar membayar iuran ke rumah sakit (RS) dan puskesmas.

Adapun aset neto BPJS Kesehatan saat ini sekitar Rp 50 triliun.

“Maka tahun 2025 kami pastikan kami lancar membayar rumah sakit. Jangan sampai pelayanan sulit atau apa, tiga hari belum terkendali pasien suruh pulang segala macam karena enggak dibayar, kami bayar,” kata dia.

Ali menegaskan bahwa tidak ada kebijakan BPJS Kesehatan untuk mengurangi rujukan.

Baca juga: Cara Cek Status Kepesertaan BPJS Kesehatan dengan NIK di HP

“Atau untuk memulangkan (pasien) sebelum terkendali pasiennya dalam tiga hari,” tutur Ali Ghufron.

Untuk menekan defisit, Ali mengatakan bahwa BPJS Kesehatan telah membuat berbagai skenario, salah satunya menaikan iuran pada Juli 2025.

“Itu salah satu cara, tapi cara lain banyak. Kami sudah bikin skenario,” kata Ali.

Namun, Ali menegaskan, BPJS Kesehatan hanya sebagai eksekutor, bukan pembuat regulasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat