pattonfanatic.com

PMI Manufaktur Kontraksi 5 Bulan Berturut-turut, Kemenperin: Kami Tidak Heran...

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif di Kantor Kemenperin, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Lihat Foto

JAKARTA, - Nilai Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia pada November tercatat sebesar 49,6 poin.

Berdasarkan rilis S&P Global, skor PMI Indonesia itu naik tipis sebesar 0,4 dibandingkan PMI manufaktur Oktober 2024 yang mencapai 49,2 poin. Meski demikian, nilai PMI pada November ini masih berstatus kontraksi.

Namun, skor PMI Indonesia tercatat lebih baik dibanding negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Vietnam, yang mengalami penurunan dari bulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,3 dan 0,4.

Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif, kenaikan sedikit skor PMI manufaktur Indonesia ini lebih disebabkan oleh resiliensi industri manufaktur dalam negeri.

Baca juga: PMI Manufaktur RI Masih Lesu, Ini Penyebabnya Menurut Menko Airlangga

“Kami tidak heran dengan kondisi indeks PMI manufaktur yang cenderung mandheg (terhenti) di bawah 50 di saat sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya memiliki indeks PMI manufaktur di atas 50 atau ekspansif," ujar Febri, dilansir dari keterangan resmi pada Senin (2/12/2024).

Ia menjelaskan bahwa survei PMI dari S&P Global ini dilakukan kepada perusahaan industri yang sudah beroperasi di Indonesia, dan bukan kepada calon investor.

Di sisi lain, menurutnya, masih banyak regulasi yang belum mendukung industri dalam negeri.

"Padahal regulasi tersebut dibutuhkan oleh manufaktur. Bahkan, regulasi yang ada saat ini malah mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya,” ungkap Febri.

Sebagai informasi, status PMI yang kontraksi telah terjadi secara berturut-turut sebanyak lima kali sejak Juli 2024.

Febri menjelaskan bahwa gempuran produk impor, baik legal maupun ilegal, masih menjadi penyebab situasi kontraksi tersebut. Sebagai akibatnya, pasar domestik dibanjiri produk impor dan telah menekan permintaan atas produk dari industri dalam negeri.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang menyebabkan terbukanya pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor.

Febri pun menyinggung perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain, yang menunjukkan betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia.

Sebagaimana diketahui, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara WTO untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.

Febri mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 207 jenis instrumen trade measures untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik.

Sementara itu, anggota WTO lain seperti China dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures.

"Bahkan, dibandingkan negara-negara ASEAN, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Filipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measures masing-masing sebesar 661, 562, dan 216," kata Febri.

Ia menambahkan bahwa permintaan dan peningkatan penjualan harus dikawal dan dijaga, agar dalam kondisi pasar yang sedang lemah, industri dalam negeri bisa dipastikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

"Kurangi masuknya barang legal yang murah dan terus perangi masuknya barang ilegal,” tegasnya.

Baca juga: PMI Kembali Alami Kontraksi, Menperin Singgung Kebijakan Pemerintah yang Belum Pro Industri Dalam Negeri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat