pattonfanatic.com

Kebijakan Hijau Global dan Tantangan Lokal: Menyorot Dampak EUDR terhadap Petani Kecil Sawit

Petani kelapa sawit sedang memasukkan tandan buah sawit ke truk pengangkut di Dhamasraya, Sumatera Barat, Senin (7/3/2022).
Lihat Foto

Oleh: Imaduddin Abdullah
Direktur Kolaborasi Internasional dan Urusan Eksternal, Institute for Development of Economics and Finance (Indef)

IMPLEMENTASI European Union Deforestation Regulation (EUDR) ditunda dari Januari 2025 menjadi Januari 2026. EUDR adalah aturan deforestasi yang dirilis oleh Uni Eropa.

Meskipun penundaan ini memberikan lebih banyak waktu bagi semua pihak untuk mempersiapkan diri, hal ini tidak akan mengubah persyaratan dasar dan standar kepatuhan regulasi tersebut untuk tujuh komoditas utama, yaitu kakao, kopi, kedelai, kelapa sawit, kayu, karet, dan sapi.

Baca juga: Kemenko Perekonomian dan Surveyor Indonesia Matangkan Dasbor Nasional untuk Implementasi EUDR

Dalam hal ini, khusus untuk kelapa sawit, memahami dampak dari regulasi ini sangatlah penting karena akan mempengaruhi petani kecil yang bergantung pada komoditas ini sebagai sumber pendapatan utama mereka.

Peran petani kecil tidak boleh diremehkan. Petani kecil mengelola sekitar 41 persen perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan menyumbang 51,98 juta ton produksi minyak kelapa sawit nasional.

Namun, peran mereka jauh lebih penting melampaui angka-angka tersebut.

Peran petani kecil sangat vital di tingkat mikro. Mereka berfungsi sebagai pilar dinamika masyarakat lokal dengan menopang ekonomi pedesaan, menyediakan lapangan kerja, dan menjaga kohesi sosial di masyarakat desa.

Sayangnya, persyaratan kepatuhan EUDR yang kompleks, termasuk data geolokasi yang presisi dan dokumentasi yang ketat, dapat membuat petani kecil dengan sumber daya terbatas tereliminasi dari rantai pasok pasar Uni Eropa (UE).

Baca juga: EUDR: Antara Berkah dan Musibah bagi Indonesia

Kekhawatiran ini memiliki landasan kuat yang didukung oleh bukti historis di mana regulasi serupa menyebabkan turunnya angka partisipasi petani kecil dari rantai pasok global seperti di sektor kacang hijau Kenya dari 60 persen menjadi 30 persen dan sektor kacang-kacangan Senegal dari 95 persen menjadi 52 persen.

Walaupun EUDR belum ditetapkan, tetapi perlu melihat kemungkinan dampaknya terhadap petani terutama jika dilihat dari kesiapannya.

Memahami kesiapan petani kecil kelapa sawit

Survei terbaru kami, Indef, di tiga provinsi produsen utama kelapa sawit dengan tujuan Uni Eropa menunjukkan adanya kesenjangan dalam kesiapan petani kecil untuk dapat memenuhi persyaratan EUDR.

Kesenjangan ini berasal dari tantangan yang dihadapi petani kecil, seperti terbatasnya akses terhadap sumber daya, pengetahuan teknis, dokumentasi formal, serta kompleksitas persyaratan EUDR yang menuntut data geolokasi yang akurat dan catatan keterlacakan yang detail.

Kesulitan ini juga tercermin dari studi Indef yang menemukan bahwa sekitar 76 persen petani kecil menjual Tandan Buah Segar (TBS) mereka ke perantara, bukan langsung ke pabrik. Praktik yang meluas ini mempersulit penerapan persyaratan keterlacakan, yang merupakan komponen penting dari EUDR.

Baca juga: Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Selain itu, mayoritas petani kecil tidak berpartisipasi dalam skema sertifikasi keberlanjutan apa pun. Hal ini menunjukkan kurangnya infrastruktur dan proses yang diperlukan untuk memenuhi standar lingkungan EUDR.

Selain tantangan yang ada, banyak petani kecil juga memiliki pengetahuan terbatas tentang EUDR, dengan 94 persen responden bahkan belum pernah mendengar tentangnya. Hal ini menyoroti kesenjangan kesadaran kritis yang dapat sangat menghambat upaya kepatuhan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat