pattonfanatic.com

Outlook Kebijakan Pajak 2025

Ilustrasi
Lihat Foto

PADA APBN 2025, penerimaan pajak ditargetkan tumbuh 10,1 persen mencapai Rp 2.189 triliun. Ini menjadi pertama kalinya target pajak menembus angka Rp 2.000 triliun sepanjang sejarah nasional.

Jika dibandingkan tahun-tahun lalu, pertumbuhan target tersebut sebenarnya masih lebih rendah. Pasalnya, pada 2022 dan 2023, penerimaan pajak justru bisa tumbuh mencapai 20,8 persen hingga 22,4 persen.

Penguatan ekonomi global diperkirakan akan berkontribusi positif pada kinerja perpajakan sepanjang tahun depan.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh sebesar 3,3 persen pada 2025, naik dari 3,2 persen pada 2024.

Namun, harga minyak mentah diperkirakan akan terus turun di tengah meningkatnya ketersediaan minyak dan transisi banyak negara menuju sumber energi bersih.

Hal ini berpotensi melanjutkan penurunan angka penerimaan pajak penghasilan dari industri minyak dan gas bumi (PPh migas).

Hingga Oktober 2024, penerimaan PPh migas telah turun 8,97 persen dibanding tahun lalu. Meski demikian, dampaknya terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan tidak begitu signifikan karena kontribusinya hanya sebesar 3,54 persen.

Sementara itu, penerimaan dari jenis pajak lainnya diproyeksikan akan meningkat seiring dengan implementasi berbagai kebijakan baru di bidang perpajakan.

Baca juga: Perlukah Khawatir PPN 12 Persen?

Salah satunya adalah rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Beleid tersebut merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang ditetapkan pada 2021.

Kenaikan tersebut sudah diperhitungkan dalam target PPN tahun depan. Dalam UU APBN 2025, penerimaan PPN ditargetkan naik sebesar 24 persen mencapai Rp 609 triliun, salah satunya didukung kenaikan tarif tersebut.

Namun, kelanjutan kebijakan tersebut masih menanti kepastian. Kabar terakhir, tarif PPN menjadi 12 persen hanya akan dibebankan secara selektif kepada barang-barang mewah saja (Harian Kompas, 6/12/2024).

Kebijakan lain yang juga masih menanti kepastian adalah pajak karbon. Seperti halnya PPN 12 persen, pajak karbon juga menjadi bagian dari paket kebijakan pajak yang ditetapkan dalam UU HPP.

Pemungutan jenis pajak baru ini direncanakan berlaku mulai 2025 setelah ditunda dari rencana implementasi awal pada 2022.

Dengan tarif paling rendah sebesar Rp 30.000 per ton karbon dioksida, pajaknya akan dipungut dari pembelian barang dan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Sampai saat ini, belum terdapat kebijakan lebih lanjut yang mengatur mekanisme pelaksanaannya, termasuk apakah akan ikut berdampak pada penggunaan energi listrik dan bahan bakar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat