Konsumsi Masyarakat Lesu, Kredit Macet "Fintech Lending" Berpotensi Membengkak
JAKARTA, - Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) mengaku khawatir dengan adanya potensi pemburukan kualitas pinjaman yang disalurkan oleh fintech peer to peer lending (P2P lending) pada 2025.
Kekhawatiran tersebut muncul seiring dengan fenomena pelemahan konsumsi rumah tangga nasional, yang kemudian bakal berimbas terhadap perlambatan penyaluran kredit.
Lesunya konsumsi rumah tangga terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukan, konsumsi rumah tangga tumbuh melambat ke 4,91 persen pada kuartal III-2024, dari 4,93 persen pada kuartal sebelumnya.
"Sejujurnya, konsumsi melemah, dan dengan itu, kredit kadang bisa melambat," ujar Ketua Umum Aftech, Pandu Sjahrir, dalam acara Bisnis Indonesia Economy Outlook 2025, di Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Baca juga: Moratorium Fintech Lending Belum Dibuka, Aftech: Industri Masih Hadapi Masalah
Selain kredit yang melambat, Pandu menyebutkan, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang disalurkan oleh platform fintech P2P lending berpotensi meningkat hingga kuartal pertama 2025.
"Isu utamanya di fintech, apalagi kalau ngomongin P2P lending soal NPL adalah bagaimana asses NPL," ujar Pandu.
"Karena saya rasa NPL kuartal IV (2024) meningkat, kuartal I (2025) juga saya rasa, in a way, pasti flat line atau nambah," sambungnya.
Oleh karenanya, Pandu bilang, penguatan profiling debitur fintech P2P menjadi salah satu tantangan utama yang perlu diatasi oleh para platform fintech pada 2025.
"Ini adalah key concern, apalagi beda dengan bank, sebagian besar pemberi pinjaman (fintech) adalah pelaku usaha kecil," ucap Pandu.
Baca juga: Industri Fintech Lending RI Pamer Inovasi di Hong Kong Fintech Week
Sebagai informasi, nilai outstanding pinjaman layanan financial technology peer to peer lending (fintech lending) atau pinjaman online alias pinjol tercatat kian meningkat hingga September 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai outstanding pinjaman yang dilayani pinjol mencapai Rp 74,48 triliun sampai dengan September lalu.
Nilai penyaluran pinjaman tersebut tumbuh sebesar 33,73 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 35,62 persen.
Pertumbuhan itu diikuti dengan kualitas pembiayaan yang masih terjaga, dengan tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) sebesar 2,38 persen.
Terkini Lainnya
- TPIA Perkuat Edukasi Keberlanjutan
- Injourney Hospitality Dukung Pembangunan SDM lewat Literasi
- BNI Jadi Bank Terbaik Pengelola Kas Negara Kategori BUMN
- 70 Persen Warga Indonesia Tak Punya Tabungan, Belanja Impulsif Jadi Penyebab Utama
- Samsung Mulai Pre Order Galaxy S25 untuk Genjot TKDN 37,5%
- BBN Airlines Hentikan Rute Jakarta-Surabaya, Minat Pasar Rendah Jadi Sebab
- Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 Bakal Stagnan di 5 Persen
- Mengenal Muhammad Shakeel, Pendiri Brand Hijab Umama yang Populer di Indonesia
- Bulog dan PT RNI Teken MoU untuk Pengelolaan Pergudangan dan Digitalisasi Logistik
- BUMN Sucofindo Buka Lowongan Kerja hingga 30 Januari 2025, Ini Persyaratannya
- Pelindo Terminal Petikemas Pastikan Pelayanan Berjalan Normal saat Libur Isra Miraj dan Imlek
- Hilirisasi dan CPO Jadi Motor Pertumbuhan Kredit Korporasi BCA 2024
- Gaji UMR Padang Sidempuan 2025 dan 32 Daerah di Sumut
- Gaji UMR Binjai 2025 dan Semua Kabupaten/kota di Sumut
- Ketidakpastian Global Masih Berlanjut, Sri Mulyani Tegaskan Stabilitas Sistem Keuangan RI Tetap Terjaga
- Grup Djarum Akuisisi Bakmi GM
- RI Target Punya PLTN Tahun 2032, DEN Ungkap Perkembangannya
- Sucofindo Buka Lowongan Kerja hingga 20 Desember 2024, Simak Persyaratannya
- Prabowo: Lewat Program Makan Bergizi, Peredaran Uang di Daerah Meningkat 800 Persen
- Menteri Trenggono: Target Setop Impor Garam Industri 2027 Sangat Realistis, selama Dana Siap