pattonfanatic.com

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah pada 2025: Bakal Tembus Level Rp 16.000 Per Dollar AS?

Ilustrasi rupiah, uang rupiah.
Lihat Foto

JAKARTA, - Nilai tukar rupiah diproyeksi masih tertekan oleh dollar AS hingga paruh pertama 2025.

Bahkan, DBS Bank memprediksi kurs mata uang Garuda melemah ke level Rp 16.000 per dollar AS pada semester pertama tahun depan.

Proyeksi itu utamanya didorong oleh kecenderungan indeks dollar AS yang masih tetap menguat. Dengan demikian, depresiasi bakal dirasakan oleh sebagian besar kurs mata uang negara, termasuk Indonesia.

"Nilai tukar rupiah akan bergerak di atas, sekitar Rp 16.000 (per dollar AS) pada semester pertama tahun 2025," ujar Ekonom Senior DBS, Radhika Rao, dalam grup wawancara DBS, Rabu (11/12/2024).

Baca juga: Rezim Pemerintahan Suriah Runtuh, Dollar AS Tekan Rupiah

Berdasarkan hasil riset DBS, nilai tukar rupiah diproyeksi bergerak pada kisaran Rp 16.025 pada kuartal I dan kuartal II 2025.

Radhika bilang, indeks dollar AS bakal tetap kuat pada periode enam bulan pertama tahun depan.

"Dollar AS akan tetap stabil pada 2025, tepatnya pada paruh pertama," kata dia.

Namun, setelah itu nilai tukar rupiah diprediksi akan menguat.

Radhika memaparkan, nilai tukar rupiah bakal bergerak di kisaran Rp 15.795 per dollar AS pada kuartal III-2025 dan Rp 15.450 per dollar pada kuartal IV-2025.

"Rupiah akan bergerak di bawah Rp 16.000 per dollar AS pada paruh kedua 2025, lebih dekat dengan Rp 15.500 per dollar AS di akhir 2025," tutur Radhika.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, ketidakpastian global kembali meningkat. Hal ini yang memicu nilai tukar rupiah cenderung tertekan oleh dollar AS selama beberapa waktu terakhir.

Perry mengatakan, kembali meningkatnya ketidakpastian global ditandai oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksi melambat dan tidak merata.

BI memprediksi, laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal membaik, sementara China dan negara Eropa melambat.

Kemudian, laju penurunan inflasi global akan melambat, bahkan berpotensi kembali meningkat. Risiko ini muncul setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai presiden AS.

"Terpilihnya kembali Presiden Trump di Amerika Serikat, dengan kebijakan America First, dapat membawa perubahan pesat pada lanskap geopolitik dan perekonomian dunia," tutur Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2024, di Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Baca juga: Jaga Stabilitas Rupiah, BI Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan

Trump diyakini kembali menerapkan kebijakan proteksionis dengan menerapkan tarif impor lebih tinggi terhadap negara mitra dagangnya. Hal inilah yang berpotensi membuat laju inflasi kembali meningkat.

Akibatnya, laju penurunan tingkat suku bunga acuan AS, The Federal Reserve (The Fed), bakal melambat.

Maklum saja, tingkat suku bunga yang tinggi merupakan senjata utama The Fed untuk memerangi inflasi di Negeri Paman Sam.

"Sementara (yield) US Treasury akan naik tinggi ke 4,7 persen di 2025 dan 5 persen di 2026, karena membengkaknya defisit fiskal dan utang pemerintah Amerika," ujar Perry.

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Memanas, Nilai Tukar Rupiah Berpotensi Tembus Rp 16.000 Per Dollar AS?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat