pattonfanatic.com

Korupsi dan Reformasi Perizinan Berusaha

Ilustrasi
Lihat Foto

PADA Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024, Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meluncurkan aksi pencegahan korupsi 2025-2026. Salah satu fokus utama pencegahan tersebut adalah perizinan berusaha dan tata niaga.

Menilik ke belakang, sejak Peraturan Presiden No. 54/2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), perizinan selalu menjadi langganan fokus pencegahan korupsi.

Sangat masuk akal mengingat ketidakpastian dan kerumitan pelayanan perizinan merupakan ruang struktural bagi tumbuh-kembangnya libido rasuah di sektor publik dan privat selama ini.

Namun, aksi pencegahan korupsi terkesan hanya menjadi program rutin, jika Stranas PK tidak mampu membongkar perangkap proseduralisme yang membekap tata kelola kebijakan perizinan, terutama dalam perancangan kebijakan-kebijakan strategis mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga Peraturan Daerah.

Lahan basah

Dari beragam modus, perizinan usaha merupakan salah satu gelanggang kesukaan para pemburu rente di daerah. Mereka memanfaatkan ketidakpastian (prosedur, waktu, dan biaya) pelayanan perizinan.

Situasi ini menjadi surga bagi tindak pidana korupsi yang selalu melibatkan penguasa (kepala daerah), birokrat (kepala dinas/staf), dan pebisnis.

Kajian KPPOD (2017) menunjukkan, ketidakpastian ini berakar pada disharmoni (tumpang tindih) regulasi (pusat dan daerah), obesitas birokrasi, dan sistem pelayanan manual.

Problem ini sesungguhnya sudah diidentififikasi dan direpsons pemerintah. Peraturan Presiden No. 54/2018 tentang Stranas PK menjadikan perizinan dan tata niaga sebagai satu dari tiga fokus strategi pencegahan.

Dua di antaranya adalah keuangan negara dan penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Sejalan dengan temuan KPPOD, strategi terarah kepada sejumlah sasaran antara lain simplifikasi regulasi, pelimpahan kewenangan, penggunaan teknologi informasi (digitalisasi), dan partisipasi masyarakat.

Sementara pada sisi reformasi perizinan, akar soal ini sudah disadari Pemerintah sejak periode pertama Presiden Jokowi dengan meluncurkan sejumlah kebijakan sejak tahun 2015, antara lain Peluncuran Paket Ekonomi XII (2016) dan Paket Ekonomi XII (2018).

Program deregulasi ini berlanjut dengan penerbitan PP No. 24 Tahun 2018 tentang Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik (Online Single Submission [OSS]). Regulasi ini tampil sebagai new fashion melalui standardisasi dan simplifikasi pelayanan perizinan.

Paling anyar, melalu UU No. 11/2020 Cipta Kerja dan perubahannya, Pemerintah merevisi OSS versi PP No. 24 Tahun 2018 dengan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).

Sistem ini merupakan new regim karena menggunakan pendekatan berbasis risiko. Legalitas berusaha ditentukan tingkat risiko setiap jenis usaha.

Pada tataran ideal, OSS RBA menggaransi penerapan prinsip tata kelola yang baik. Selain memberikan standardisasi dan simplifikasi prosedur, waktu dan biaya, OSS RBA juga menjamin ruang bagi partisipasi publik dalam business process pelayanan perizinan.

Sistem ini memberikan kesempatan yang sama (inklusi) bagi setiap pelaku usaha, baik dari level UMKM maupun berskala besar untuk mengakses pelayanan yang cepat dan murah. Sistem demikian tentu menutup peluang bagi perilaku koruptif dan rent seeking.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat